KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sentimen negatif masih membayangi emiten sektor perbankan di 2018. Bank Indonesia (BI) menurunkan target pertumbuhan kredit tahun ini. Jika sebelumnya target tingkat pertumbuhan kredit dipatok 10%-12%, bank sentral memangkas proyeksi itu jadi 8%-10%. Hingga akhir September 2017, tingkat pertumbuhan kredit bank umum hanya 7,7%. Dalam riset 22 Desember 2017 lalu, Kepala Riset Mirrae Sekuritas Indonesia Taye Shim memperkirakan, pertumbuhan kredit yang lamban dan suku bunga yang rendah berpotensi menekan pendapatan bank. Perbankan di tanah air menghadapi risiko minimnya minat investor meminjam dana ke bank.
Namun, perolehan laba bersih bank tahun ini berpeluang membaik. Kata Taye, laba bersih bank masih mendapatkan angin segar dari komponen biaya provisi dalam penyaluran kredit tanpa agunan (KTA). Meski nilainya terus turun sejak 2016 lalu, kebijakan ini berhasil menyangga laba bersih perbankan. Kepala Riset Samuel Sekuritas Andy Ferdinand melihat, prospek sektor perbankan tahun ini tidak akan jauh berbeda dengan tahun lalu. Program pemerintah di sektor infrastruktur, kredit usaha rakyat (KUR), dan kredit pemilikan rumah (KPR) bisa menjadi pendorong performa kredit perbankan di 2018. "Saya cenderung merekomendasikan saham bank BUMN yang masih akan tertolong program pemerintah," sebutnya. Menurut Andy, program pemerintah jadi katalis positif bagi emiten bank pelat merah. Sedang bank swasta, ia memandang, kondisinya akan lebih sulit karena tertekan permintaan kredit rendah. Saham terbatas Tapi, kualitas kredit di 2018, Andy memproyeksikan, akan lebih baik lantaran ditopang biaya pencadangan yang kemungkinan turun. Di sisi lain, kenaikan harga saham perbankan tahun ini bakal terbatas karena tahun lalu sudah naik cukup signifikan. Tahun lalu, performa saham sektor perbankan jadi yang terbaik. Jakarta Financial Index (JFI) tumbuh 32,2% atau melampaui pertumbuhan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) 19,9%. Toh, Taye memilih menurunkan prospek saham sektor perbankan dari
overweight ke netral. Ia merekomendasikan saham BBCA dengan target Rp 23.610 per saham dan BMRI dengan target Rp 7.910 per saham. Dengan kualitas kredit yang terjaga, BBCA memiliki risiko penurunan pendapatan bunga bersih yang terbatas. Sedangkan BMRI, lewat transisi portofolio pinjaman ke segmen konsumen, berpotensi meraih pertumbuhan kredit. Frida Nababan, Analis PT Panin Sekuritas, juga merekomendasikan netral saham sektor perbankan. Sebab, risiko perlambatan permintaan kredit di tengah volatilitas nilai tukar rupiah serta harga komoditas. "Bank akan terus mengalami tekanan margin di tahun 2018," ujar dia.
Untuk tingkat
non-performing loan (NPL), Frida masih melihat, ada sinyal penurunan lantaran beberapa bank melakukan restrukturisasi pinjaman tahun lalu. Sampai kuartal III 2017, rasio kredit bermasalah perbankan turun 11 basis poin menjadi 2,93% dari kuartal II 2017. Penurunan NPL ini ditopang oleh pertumbuhan biaya pencadangan dari 3,4% pada kuartal II 2017 menjadi 3,48% di kuartal III 2017. Frida merekomendasikan saham BBNI dan BBTN. Di tengah permintaan kredit yang lemah, BBNI bakal tertolong oleh proyek-proyek pemerintah. Lalu, BBTN akan diuntungkan karena posisinya sebagai satu-satunya pemain perumahan bersubsidi. Sementara Andy merekomendasikan saham BBRI, dengan memasang target harga Rp 3.560 per saham, BBNI dengan target Rp 8.400 per saham, dan BMRI dengan target Rp 7.900 per saham. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati