KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Perbankan terus memacu penyaluran kredit melalui skema channeling dengan
fintech P2P lending. Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pendanaan dari sektor perbankan masih mendominasi bagi industri
fintech lending. Per Juli 2024, perbankan telah memberikan pendanaan sekitar Rp 38,61 triliun atau sekitar 57,09% dari tota
l outstanding pinjaman
fintech lending. PT Bank Oke Indonesia Tbk. (DNAR) pun membenarkan
outstanding kredit
chanelling melalui
fintech per Oktober 2024 ini mengalami kenaikan sebesar kurang lebih 22% apabila dibandingkan dengan akhir tahun 2023.
Direktur OK Bank Efdinal Alamsyah menjelaskan, OK Bank hanya bekerjasama dengan f
intech yang sudah terdaftar dan diawasi oleh OJK. Disamping itu pihaknya melakukan review yang komprehensif kepada semua perusahaan
fintech yang akan bekerjasama dengan perusahaan "Setelah itu setiap tahun direview, jika perusahaan tersebut kami menemukan banyak nasabah yang bisa menjadi
non performing loan (NPL) atau banyak terjadi
fraud, kami akan menghentikan kerjasama," ungkap kepada kontan.co.id, Senin (14/10).
Baca Juga: Bank Digital Kian Gesit Mendorong Pertumbuhan Kredit Secara Langsung Memang secara risiko kredit atau NPL dari kredit channeling lewat fintech disebut Efdinal masih terkendali hampir di level yang sama, yakni masih dibawah 5%. Hingga akhir tahun, OK Bank menargetkan kredit retail termasuk kredit chanelling melalui P2P lending bisa bertumbuh sekitar 12% dari total kredit yang diberikan. Dalam menggenjot kredit, OK Bank telah menerapkan strategi yakni, bekerjasama dengan fintech yang sudah terdaftar dan diawasi oleh OJK. Selanjutnya melakukan pemilihan mitra yang kredibel, pengembangan produk kredit yang menarik, serta penggunaan teknologi untuk mempercepat proses pengajuan dan evaluasi kredit dan lain sebagainya. Senada, Direktur Keuangan Bank Raya Indonesia Tbk (AGRO) Rustati Suri Pertiwi menyampaikan, portofolio Kredit Pinang Connect, yang merupakan kredit
channeling yang ditujukan untuk fintech mencatatkan pertumbuhan yang positif. Pada Juni 2024 tumbuh 27,57% secara tahunan atau mencapai
outstanding Rp 223 miliar. Wanita yang akrab disapa Tiwi ini mengatakan, hingga Juni 2024 porsi kredit
chanelling mencapai sekitar 15% dari keseluruhan kredit digital Bank Raya. Namun porsi ini akan terus disesuaikan dengan
appetite dan penataan portfolio kredit Bank Raya, diantaranya yaitu fokus Bank Raya pada penyaluran kredit di ekosistem BRI Group melalui produk Pinang Dana Talangan dan Pinang Flexi (
digital payroll loans). Saat ini Bank Raya telah bekerjasama dengan beberapa P2P Lending/Fintech seperti Batumbu dan Awan Tunai dan fintech lainnya. "Sampai dengan akhir tahun, Bank Raya terus mempelajari berbagai potential partnership dalam bentuk kerja sama
channeling dengan fintech lainnya," katanya. Bank Raya berupaya juga untuk terus menjaga kualitas kreditnya, terutama kredit
channeling melalui penataan portfolio kredit. Saat ini, NPL kredit
chanelling terus menunjukkan trend perbaikan dan berada di kisaran 5%. Dalam Analisa terkait potensi partnership, Bank Raya melakukan review dan analisa yang mendalam terkait model bisnis partner dalam penentuan partner, sehingga penyaluran kredit yang dilakukan dapat tepat sasaran dengan kualitas yang terjaga. Analisa yang dilakukan diantaranya melalui review model bisnis partner,
assessment terhadap kinerja keuangan dan TKB90, serta monitoring dan evaluasi berkala
credit scoring yang digunakan. Hingga akhir tahun 2024, Bank Raya memproyeksikan penyaluran
channeling dapat bertumbuh secara sehat dan proporsional sesuai dengan proyeksi bisnis Bank Raya. Bank Raya melihat kedepan potensi bisnis kerjasama dengan fintech masih terbuka.
Baca Juga: Kinerja Fintech Lending Diproyeksi Positif Usai Pemangkasan Suku Bunga Di sisi lain, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengingatkan industri perbankan atas risiko yang mengintai dalam menyalurkan kredit melalui skema
channeling dengan fintech lending. Dian Ediana Rae, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan mengatakan, dalam pelaksanaan kegiatan
channeling, Bank harus didasarkan pada prinsip kehati-hatian dan asas pemberian kredit atau pembiayaan yang sehat. "Antara lain bank harus memastikan bahwa kerjasama
channeling kredit dapat memperhatikan izin usaha, kelayakan fintech lending sebagai penerima channeling, kepatuhan terhadap regulasi perlindungan konsumen, dan penilaian risiko yang memadai," jelas Dian. Dian menerangkan, kredit yang disalurkan melalui
channeling bisa bersifat produktif atau konsumtif, tergantung tujuan penggunaan kredit oleh end-user serta masing-masing kebijakan dan risk-appetite bank.
Lebih lanjut Dian menyebut, untuk mengantisipasi risiko gagal bayar, OJK senantiasa meminta bank untuk memiliki mitigasi risiko yang memadai dan menerapkan prinsip kehati-hatian sejak awal pelaksanaan kemitraan. "Langkah-langkah tersebut meliputi pemilihan mitra secara komprehensif, serta pemantauan dan evaluasi kinerja secara berkala. Dalam hal jika terjadi gagal bayar, bank harus memiliki strategi mitigasi risiko yang memadai, antara lain dengan membentuk cadangan kerugian terhadap kredit bermasalah dan menetapkan langkah-langkah penyelesaian," tandasnya.
Baca Juga: Strategi Sejumlah Bank Digital Tekan Laju Kenaikan Risiko Kredit Bermasalah Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Tri Sulistiowati