Kredit impor BRI turun tapi tak besar



JAKARTA. Bank Indonesia (BI) sudah mengimbau perbankan untuk mengerem penyaluran kredit untuk keperluan impor. Alasannya, pertumbuhan kredit impor yang tinggi tahun ini bisa menimbulkan gejolak.

PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) mengaku, saat ini sudah menurunkan penyaluran kredit untuk kebutuhan impor. "Ada pengaruh tetapi tidak besar. Umumnya kami yang impor itu mereka belanjanya dollar tetapi jualnya dollar. Istilahnya itu natural hedge," ujar Asmawi Syam, Direktur Hubungan Lembaga BRI kepada wartawan, Senin (9/9).

Asmawi menjelaskan, saat ini, penyaluran kredit BRI di sektor manufaktur belum terpengaruh gejolak ekonomi yang tak pasti. Namun begitu, BRI tak berniat untuk melakukan pengecekan (review) penyaluran kredit untuk sektor manufaktur.


"Belum terlihat persis penurunannya karena manufaktur itu punya stok. Mungkin kami lihat setelah tiga bulan, di mana mereka mulai membutuhkan stok untuk membeli bahan baku," ujar Asmawi.

Menurut Asmawi, kreditur dari manufaktur biasanya memiliki stok bahan baku sampai enam bulan ke depan. Dia bilang, terpengaruh atau tidaknya akan terasa pada Januari 2014.

Sebelumnya, BI mencatat pertumbuhan kredit berkandungan impor mencapai Rp 57,19 triliun atau tumbuh 55% per Juni 2013, dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya Rp 36,88 triliun.

Adapun nilai kredit bermasalah kredit berkandungan impor ini mencapai Rp 680 miliar pada periode yang sama, atau turun 15% dibandingkan periode sebelumnya senilai Rp 794 miliar.

Sedangkan, pertumbuhan kredit yang berkandungan ekspor mencapai Rp 50,83 triliun, tumbuh lebih rendah hanya 2,2% dibandingkan periode sebelumnya sebesar Rp 49,70 triliun.  

Adapun nilai kredit bermasalah sebesar Rp 1,38 triliun atau turun 27% dari nilai kredit bermasalah di tahun sebelumnya Rp 1,91 triliun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Asnil Amri