Kredit Macet BPR Membengkak Jadi 9,68%



JAKARTA. Kredit macet mulai menghantui Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Lihat saja angka kredit macet alias non performing loan (NPL) BPR per akhir Oktober 2008 yang melejit jadi 9,68%. Padahal pada akhir September 2008, NPL BPR masih 6,94%. Angka per akhir Oktober 2008 itu merupakan rekor tertinggi NPL BPR sejak 2006.

Mengutip data Bank Indonesia (BI), nilai nominal kredit seret di BPR membengkak dari Rp 1,8 triliun di akhir September menjadi Rp 2,5 triliun di bulan Oktober 2008. Ini berarti sepanjang Oktober saja, ada tambahan kredit macet senilai Rp 700 miliar di BPR.

Ketua Umum Perhimpunan BPR Indonesia (Perbarindo) Said Hartono mengatakan, ada dua pemicu kenaikan NPL di BPR.


Pertama, pendanaan BPR berkurang karena bank konvensional kesulitan likuiditas. Karena jumlah kredit baru merosot, maka rasio NPL pun melejit. BI mencatat, nilai kredit BPR di Oktober lebih kecil dari bulan sebelumnya. Saldo kredit per akhir Oktober sebesar Rp 25,6 triliun, sementara nilai kredit di akhir September Rp 25,7 triliun.

Kedua, banyak BPR yang mengucurkan kreditnya pada petani kelapa sawit. "Karena harga minyak sawit mentah alias crude palm oil (CPO) turun lebih dari 50%, maka petani kesulitan melunasi kredit. Jadi, NPL pun membengkak," ujar Said.

Said masih yakin kredit macet di BPR akan kembali menciut hingga 7% di akhir tahun nanti. Said menambahkan, pengelola di berbagai BPR sudah menyiapkan pencadangan untuk menutupi kerugian akibat kredit macet. "Sampai saat ini pencadangan kredit macet di BPR mencapai Rp 100 miliar," kata nya.

Direktur PT BPR Tapeuna Dana Depok Sawaludin menambahi, portofolio kredit sejumlah BPR besar memang sedang bermasalah. "Jika portofolio kredit mereka tergerus, secara otomatis NPL akan naik. Untuk mengurangi risiko, sebaiknya BPR mengerem laju kredit," kata Sawaludin yang juga berstatus Sekjen Perbarindo.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Didi Rhoseno Ardi