Kredit Macet Kembali Membayangi Industri Fintech P2P Lending



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri fintech P2P lending belum bisa terlepas dari risiko kredit macet. Alhasil, beberapa perusahaan masih harus dalam pantauan khusus regulator dalam hal ini Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Berdasarkan catatan OJK per Maret 2023, TWP90 yang menjadi indikator kredit macet di fintech lending meningkat, baik secara tahunan maupun bulanan menjadi 2,81%. Pada periode sama tahun di level 2,32% dan bulan Februari 2023 di level 2,69%.

Tak hanya itu, jumlah perusahaan yang dalam pengawasan khusus karena TWP90 di atas 5% juga mengalami kenaikan dari bulan sebelumnya yang sebanyak 19 menjadi 23 perusahaan. Ini juga lebih tinggi dari tahun lalu yang sebanyak 21 perusahaan dalam pengawasan khusus.


Baca Juga: Belum Setujui Pengembalian Izin Usaha, OJK Analisis Seluruh Kewajiban Danafix

Direktur Pengawasan Fintech OJK, Tris Yulianta menyadari bahwa memang ada kenaikan dari tingkat TWP90 tersebut. Tapi, dia melihat secara industri itu masih tergolong baik mengingat di bawah standar OJK yaitu 5%.

“Naik tapi fluktuatif kok, kalau dilihat trennya tidak lebih buruk,” ujar Tris, akhir pekan lalu.

Tris menjelaskan bahwa saat ini kondisi fintech P2P lending memang terbilang dinamis karena kondisi pasar. Artinya, TWP90 tiap perusahaan tak tentu selalu lebih buruk pada tiap bulannya.

Beberapa faktor yang mempengaruhi TWP90 saat ini adalah kemampuan platform memfasilitasi penyaluran dana sehingga dapat memengaruhi outstanding pendanaan dan besarnya pendanaan yang masuk dalam periode macet. Ditambah, kualitas credit scoring kepada calon penerima pinjaman.

Baca Juga: OJK Beri Batas Waktu Bagi Tanifund Merealisasikan Action Plan, Sampai Kapan?

Dia menambahkan bahwa saat ini satunya-satunya fintech P2P lending yang tergolong parah dan memang terus diawasi oleh OJK adalah Tanifund. Dimana, dia melihat tak hanya kesalahan peminjam yang mengalami kredit macet namun ada kesalahan manajemen karena tidak memiliki monitoring yang kuat.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Asosiasi Fintech Pendanaan Indonesia (AFPI) Kuseryansyah mengungkapkan bahwa kenaikan TWP90 saat ini terbilang hanya akan terjadi dalam jangka pendek. Alasannya ada beberapa sektor produktif yang memang terganggu oleh kondisi global.

Kus menjelaskan bahwa selama ini, fintech-fintech yang memiliki TWP90 lebih rendah biasanya yang menyalurkan pinjaman untuk sektor produktif dibandingkan untuk yang konsumtif. Hanya saja, jika ada salah satu sektor produktif sedang bermasalah, maka TWP90nya bisa naik lebih tinggi.

“Harusnya konsumtif ya (yang TWP90) nya selama ini lebih tinggi,” ujar dia.

Baca Juga: Keluhan Muncul di Masyarakat, OJK Lakukan Monitoring Terhadap Investree

Di tengah kondisi industri yang seperti itu, kabar tak sedap pun muncul dari salah satu pelopor di industri fintech P2P lending yaitu Investree. Sebab, para pemberi dana atau kerap dikenal lender menyerukan kesulitan mereka mendapatkan dananya kembali.

OJK pun mulai meminta klarifikasi dan dalam tahap monitoring terhadap perusahaan yang memiliki TWP90 di kisaran 4,7% tersebut berdasarkan situs resminya.

“Apabila dijumpai pelanggaran, maka akan dilakukan tindakan sesuai ketentuan yang berlaku,” ujar Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Lembaga Penjaminan dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati