JAKARTA. Perlambatan ekonomi tak cuma menjadi biang keladi perlambatan kredit. Tapi juga memicu kenaikan rasio kredit bermasalah atawa non performing loan (NPL). Agus D.W Martowardojo, Gubernur Bank Indonesia (BI) mewanti-wanti agar pelaku industri perbankan cermat mempertahankan kualitas kredit. Catatan bank sentral, sudah terjadi kenaikan rasio NPL sebesar 24 basis poin (bps) menjadi 2,4% per Maret 2015 dari posisi 2,16% per Desember 2014. “NPL terjadi pada sektor konstruksi dan pertambangan, ” kata Agus, Selasa malam (16/6). Dody Arifianto, Kepala Divisi Risiko Perekonomian dan Sistem Perbankan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menghitung, NPL perbankan bisa mencapai level 2,7% di akhir tahun ini.
Pengamatan LPS, kredit macet banyak terjadi di sektor konstruksi dan pertambangan. Beruntung, kontribusi kedua sektor ini masih kecil terhadap total kredit bank. Meskipun demikian, perbankan harus waspada terhadap kedua sektor itu. Berdasarkan data Statistik Perbankan Indonesia (SPI), kredit konstruksi berkontribusi 4,02% atau Rp 149,29 triliun per Maret 2015 terhadap total kredit bank Rp 3.713 triliun. Adapun rasio NPL konstruksi sebesar 5,22% atau senilai Rp 7,80 triliun. Sedangkan, kredit pertambangan dan penggalian berkontribusi 3,42% atau Rp 127,26 triliun per Maret 2015, dengan mencatat rasio NPL 3,56% atau senilai Rp 4,53 triliun. “Yang perlu diwaspadai juga adalah kenaikan kredit bermasalah pada sektor perdagangan besar dan eceran,” tambah Dody.