Kredit nganggur di BPD mencapai Rp 21 triliun



JAKARTA. Penyaluran kredit industri bank pembangunan daerah (BPD) sepanjang tahun lalu kurang maksimal. Tengok saja, jumlah dana kredit yang belum ditarik oleh nasabah atawa undisbursed loan kian membengkak. Berdasarkan data Bank Indonesia (BI), undisbursed loan bank daerah hingga 31 Desember 2012 lalu mencapai Rp 21 triliun atau melonjak 24% ketimbang tahun sebelumnya.

Padahal, bank-bank milik Pemda ini tercatat menyalurkan kredit sebesar Rp 219,207 triliun di sepanjang tahun lalu. Itu artinya, fasilitas kredit yang menganggur di brankas bank daerah tidak kurang dari 10%. Ini harus ditekan karena selain berbiaya tinggi, kredit yang tidak terpakai tersebut membebani neraca keuangan, termasuk menyusutkan aktiva tertimbang menurut risiko (ATMR).

Di BPD Jawa Barat dan Banten alias BJB, misalnya. Undisbursed loan mencapai Rp 2,3 triliun atau masih di bawah 10% dari total kredit yang disalurkan, yakni Rp 35,2 triliun per 31 Desember 2012.


“Nasabah meminta plafon kredit setinggi-tingginya tapi mereka tidak optimalkan. Umumnya lantaran mereka membatasi ekspansi,” ujar Bien Subiantoro, Direktur Utama BJB, kemarin.

Bien melanjutkan, nasabah mungkin berpendapat fasilitas kredit yang tidak terpakai itu sebagai efisiensi bagi mereka. Tetapi, sebetulnya, fasilitas yang masuk komitmen bank (committed loan) tersebut sudah dihitung, sehingga ada biayanya karena telah mengurangi modal. Makanya meskipun belum dicairkan oleh nasabah, fasilitas ini tetap tercatat dalam kredit bank.

BPD Papua juga mengalami hal serupa. Bank ini membukukan total kredit sebesar Rp 8,1 triliun di 2012 lalu. Sebenarnya, angka itu melampaui target awal tahun, yakni Rp 6,9 triliun. Sayangnya, undisbursed loan BPD Papua mencapai Rp 1,1 triliun atau berarti 13,5% di antara total kredit yang tercatat tersebut merupakan kredit mubazir.

Namun demikian, Johan Kafiar, Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Utama BPD Papua mengungkapkan, kredit yang tak terpakai oleh nasabah tersebut lantaran belum ada ekspansi dari proyek yang dibiayai.

“Karena, selain skema pencairannya dilakukan secara bertahap, kredit ini juga harus sesuai dengan kemajuan dari proyek yang tengah dibiayai,” imbuh dia.

Sekadar informasi saja, sepanjang tahun lalu, industri bank daerah mencatat pertumbuhan kredit hingga 24% atau menjadi Rp 219,207 triliun. Dana Pihak Ketiga yang dihimpun mencapai Rp 278,535 triliun atau naik 18%. Dari sisi aset, bank-bank Pemda tersebut membukukan kenaikan sebanyak 20,6%  menjadi Rp 366,684 triliun.

Kendati bisnis bank daerah tercatat kinclong, industri hanya mengantongi pertumbuhan laba bersih 12% menjadi Rp 8,964 triliun. Ini sejalan dengan pendapatan bunganya yang terkerek hanya 12% menjadi Rp 47,630 triliun, sementara beban bunganya naik 8% menjadi Rp 24,774 triliun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: