JAKARTA. Tahun ini, industri perbankan tengah mendapat tekanan dari turunnya pertumbuhan pinjaman dan kenaikan non performing loan (NPL). Tingginya NPL di industri perbankan, membuat bank harus ekstra menyisihkan laba untuk ditempatkan sebagai Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN). Mayoritas perbankan meningkatkan CKPN, sehingga membuat besaran laba yang diperoleh menjadi tergerus. Secara industri, laba perbankan pada Juni 2015 mengalami penurunan sebesar 12,98%. Industri perbankan pada semester I-2015 hanya mampu mengumpulkan profit sebesar Rp 50,84 triliun. Angka ini mengalami penurunan jika dibandingkan dengan raihan laba industri perbankan per Juni 2014 yang mencapai Rp 58,43 triliun. Jika dibandingkan dengan Desember 2014, penurunan laba industri perbankan mencapai 54,67%. Raihan laba industri perbankan pada akhir 2014 mencapai Rp 112,16 triliun. "Dengan kondisi ini, sangat wajar apabila laba rata-rata perbankan nasional di semester I tahun 2015 ini mengalami penurunan dibandingkan dengan semester I tahun 2014 kemarin," kata Budi Satria, Sekretaris Perusahaan PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) Tbk, kepada KONTAN, Selasa (15/9). Budi menuturkan, dengan ekspektasi pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah dibandingkan proyeksi target tahun ini, BRI juga melakukan proyeksi pertumbuhan penyaluran kredit dari semula 15%-17% menjadi hanya 11%-13%. Dengan revisi ini, kata Budi, diharapkan bahwa serapan belanja investasi pemerintah akan naik pada paruh kedua tahun 2015 ini. Penurunan proyeksi target pertumbuhan kredit, dibarengi dengan proyeksi target peningkatan NPL. Bank dengan kode emiten BBRI ini, menaikkan ekspektasi rasio NPL menjadi 2,5% dari ekspektasi awal di level 2,2%. Budi bilang, untuk menjaga produktivitas aset, perseroan fokus untuk menggarap pertumbuhan kredit segmen mikro. Selain itu, kata Budi, BRI pun menjaga rasio likuiditas atau loan to deposit ratio (LDR) di level 85%-92%. Sehingga, margin bunga bersih alias net interest margin (NIM) perseroan dapat terjaga di kisaran 7,9%-8,2%. "Kami berharap laba pada triwulan III-2015 memiliki tren meningkat secara tahunan terlebih dengan mulai berjalannya program KUR (Kredit Usaha Rakyat)," kata Budi. Lebih lanjut Budi menambahkan, program KUR terbilang menjadi mesin pertumbuhan BRI di tahun yang serba sulit ini. Selama hampir sebulan, BRI telah mampu menyalurkan KUR menembus angka Rp 1 triliun. Selain itu, kata Budi, dalam kondisi seperti sekarang ini, perseroan lebih memprioritaskan pertumbuhan di unit kerja e-channel antara lain dengan membentuk ekspansi EDC melalui agen-agen BRILink. "Sehingga diharapkan di masa mendatang, dapat menunjang efisiensi operasional perusahaan," ucap Budi.
Kredit seret, BRI targetkan NIM 8,2% tahun ini
JAKARTA. Tahun ini, industri perbankan tengah mendapat tekanan dari turunnya pertumbuhan pinjaman dan kenaikan non performing loan (NPL). Tingginya NPL di industri perbankan, membuat bank harus ekstra menyisihkan laba untuk ditempatkan sebagai Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN). Mayoritas perbankan meningkatkan CKPN, sehingga membuat besaran laba yang diperoleh menjadi tergerus. Secara industri, laba perbankan pada Juni 2015 mengalami penurunan sebesar 12,98%. Industri perbankan pada semester I-2015 hanya mampu mengumpulkan profit sebesar Rp 50,84 triliun. Angka ini mengalami penurunan jika dibandingkan dengan raihan laba industri perbankan per Juni 2014 yang mencapai Rp 58,43 triliun. Jika dibandingkan dengan Desember 2014, penurunan laba industri perbankan mencapai 54,67%. Raihan laba industri perbankan pada akhir 2014 mencapai Rp 112,16 triliun. "Dengan kondisi ini, sangat wajar apabila laba rata-rata perbankan nasional di semester I tahun 2015 ini mengalami penurunan dibandingkan dengan semester I tahun 2014 kemarin," kata Budi Satria, Sekretaris Perusahaan PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) Tbk, kepada KONTAN, Selasa (15/9). Budi menuturkan, dengan ekspektasi pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah dibandingkan proyeksi target tahun ini, BRI juga melakukan proyeksi pertumbuhan penyaluran kredit dari semula 15%-17% menjadi hanya 11%-13%. Dengan revisi ini, kata Budi, diharapkan bahwa serapan belanja investasi pemerintah akan naik pada paruh kedua tahun 2015 ini. Penurunan proyeksi target pertumbuhan kredit, dibarengi dengan proyeksi target peningkatan NPL. Bank dengan kode emiten BBRI ini, menaikkan ekspektasi rasio NPL menjadi 2,5% dari ekspektasi awal di level 2,2%. Budi bilang, untuk menjaga produktivitas aset, perseroan fokus untuk menggarap pertumbuhan kredit segmen mikro. Selain itu, kata Budi, BRI pun menjaga rasio likuiditas atau loan to deposit ratio (LDR) di level 85%-92%. Sehingga, margin bunga bersih alias net interest margin (NIM) perseroan dapat terjaga di kisaran 7,9%-8,2%. "Kami berharap laba pada triwulan III-2015 memiliki tren meningkat secara tahunan terlebih dengan mulai berjalannya program KUR (Kredit Usaha Rakyat)," kata Budi. Lebih lanjut Budi menambahkan, program KUR terbilang menjadi mesin pertumbuhan BRI di tahun yang serba sulit ini. Selama hampir sebulan, BRI telah mampu menyalurkan KUR menembus angka Rp 1 triliun. Selain itu, kata Budi, dalam kondisi seperti sekarang ini, perseroan lebih memprioritaskan pertumbuhan di unit kerja e-channel antara lain dengan membentuk ekspansi EDC melalui agen-agen BRILink. "Sehingga diharapkan di masa mendatang, dapat menunjang efisiensi operasional perusahaan," ucap Budi.