JAKARTA. Kredit valas perbankan pada paruh pertama 2016 ini mengalami tren penurunan. Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sampai Mei 2016, tercatat, kredit valas bank turun 4,57% yoy menjadi Rp 605 triliun. Penurunan ini berbanding terbalik dengan kenaikan kredit valas pada Mei 2015 lalu sebesar 12,21% yoy menjadi Rp 634 triliun. Nelson Tampubolon, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengatakan, penurunan kredit valas ini disebabkan oleh dua faktor. Pertama, karena penguatan rupiah sehingga pencatatan kredit valas dalam rupiah mengalami penurunan. Kedua, karena penyaluran kredit valas pada semester 1 2015 mengalami penurunan. “Kecenderungan kredit valas diproyeksi meningkat di semester 2, hal ini karena harga beberapa komoditas sudah membaik misalnya batubara,” ujar Nelson kepada KONTAN, Jumat, (12/8).
Risiko kredit valas menurut Nelson juga belum terlalu banyak perubahan pada semester 2 2016. Sebagai gambaran, pada paruh pertama 2016, NPL kredit valas berada diangka 3,1%. Laporan Analisis Stabilitas dan Sistem Perbankan Lembaga Penjamin Simpanan menyebut lemahnya penyaluran kredit valas, membuat rendahnya pertumbuhan kredit perbankan secara umum pada kuartal 2 2016. Dalam laporan ini, LPS menyebut penurunan kredit valas disebabkan karena turunnya aktifitas impor yang terjadi karena depresiasi rupiah dan melemahnya permintaan impor dari luar negeri. Meskipun kredit valas menurun, LPS mencatat likuiditas valas masih longgar. Kepala Group Risiko Perekonomian dan Sistem Keuangan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Muhammad Dody Arifianto mengatakan, sampai semester 1 2016 ekspor mengalami penurunan 11,4% sedangkan impor juga turun 10,9%. “Penurunan kredit valas utamanya karena trade finance terkait ekspor impor mengalami penurunan,” ujar Doddy kepada KONTAN, Jumat, (12/8). Selain itu, menurut Doddy, faktor Peraturan Bank Indonesia (PBI) No 17/3/PBI/2015 tentang kewajiban penggunaan rupiah di wilayah RI juga sedikit mempengaruhi aktifitas kredit valas. Secara umum Doddy menyebut kredit valas ini menyumbang sekitar 15% dari total kredit perbankan Indonesia. Risiko kredit valas Pada semester 2 2016 diproyeksi risiko kredit valas akan terjadi di beberapa sektor seperti pertambangan dan perkebunan. Dengan mulai membaiknya harga komoditas diproyeksi pada semester 2 2016 penyaluran kredit valas akan membaik dibandingkan semester 1 2016. Jika dilihat pada kelompok usaha bank, tercatat Bank Umum Kelompok Usaha III merupakan penyumbang terbesar penurunan kredit valas yatu sebesar 10,6% yoy. Sebagai gambaran, BUKU III merupakan penguasa pangsa pasar kredit valas yaitu hampir 50% dari total kredit valas perbankan Indonesia. Salah satu bank yang mengalami penurunan kredit valas dari BUKU III adalah Bank Permata. Tercatat sampai semester 1 2016, kredit valas Bank Permata mengalami penurunan 24,05% yoy menjadi Rp 21,3 triliun. Roy Arman Arfandy Direktur Utama Permata Bank mengatakan, penurunan kredit valas ini disebabkan karena dua hal pertama adalah aktifitas ekspor impor yang turun. Sedangkan kedua adalah karena ketentuan atau regulasi Bank Indonesia bahwa kredit dalam negeri harus dalam mata uang rupiah. “Kredit dalam negeri ini adalah kredit yang berdasarkan kontrak dalam negeri atau bukan dengan pihak luar negeri,” ujar Roy kepada KONTAN, Jumat, (12/8).
Berbanding terbalik dengan bank BUKU III yang mengalami penurunan kredit valas, tercatat BUKU IV terutama bank BUMN sampai Mei 2016 malah mencatatkan kenaikan kredit valas. Tercatat kenaikan kredit valas BUKU IV per Mei 2016 adalah sebesar 8,63% yoy. BUKU IV merupakan penguasa pangsa pasar kredit valas terbesar kedua setelah BUKU III yaitu seesar 33% dari total kredit valas perbankan. Salah satu bank BUKU IV yang mencatatkan kenaikan kredit valas adalah BNI. Tercatat bank berkode BBNI ini sampai semester 1 2016 mencatatkan kenaikan kredit valas sebesar 15,71% yoy menjadi Rp 47,1 triliun. Menurut Direktur Korporasi BNI Herry Sidharta ada tiga faktor yang mempengaruhi permintaan kredit valas. Pertama adalah kebijakan pemerintah dan prospek industri terkait valas secara umum. Kedua adalah implementasi PBI No 17/3/2015 untuk kewajiban penggunaan rupiah dalam transaksi domestik, dan ketiga adalah fluktuasi sektor yang berhubungan dengan ekspor impor diantaranya adalah pertambangan, minyak dan gas dan agribisnis. “Pada semester 2 diproyeksi kredit valas akan naik 12-15% dari semester 1 2016,” ujar Herry kepada KONTAN, Sabtu, (13/8). Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Rizki Caturini