KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Salah satu tim kurator kepailitan PT Rimba Hijau Investasi Anggiat Marulitua Sinurat menyatakan, pihaknya menerima pengajuan pembatalan kepailitan Rimba Hijau dari kreditur. "Kami menerima banyak surat pengajuan agar proses Rimba Hijau damai dari kreditur. Padahal sekarang prosesnya sudah masuk kepailitan. Tapi ya nanti bagaimana kita juga tidak tahu, karena sesuai regulasi kalau sudah pailit ya tidak bisa kembali damai," katanya saat dihubungi Kontan.co.id, Kamis (7/6). Anggiat menilai pengajuan perdamaian tersebut diajukan, lantaran para kreditur menilai Rimba Hijau tak memiliki aset, sehingga proses pelunasan kewajiban kepada kreditur tentu akan tersendat.
Anggiat mengaku, hingga saat ini, kurator memang belum menemukan aset-aset perusahaan yang bisa masuk ke dalam budel pailit. "Ini saya lagi di Malang, di kantor cabang Rimba Hijau. Sampai sekarang sih belum ada yang bisa masuk budel pailit, tapi kita cari terus sesuai yang dilaporkan debitur kalau dia punya aset tanah, bangunan dan lainnya," kata Anggiat. Namun, salah satu kreditur yang juga ketua Panitia Nasional Kreditur Rimba Hijau John Sumarna membantah hal tersebut. "Tidak, tidak ada dari kami yang mengajukan perdamaian," kata John saat dihubungi Kontan.co.id, Kamis (7/6). John justru meminta kurator untuk lebih aktif melakukan pemberesan aset. Sebab John bilang sesuai proposal perdamaian yang diajukan Rimba Hijau, sejatinya Rimba Hijau mampu membayar kewajibannya. "Dalam proposal kan jelas, bahwa Rimba Hijau ini tidak dalam keadaan insolvensi, kami menduga kurator ini tak independen. Kepanitiaan yang dibentuk pun nyatanya ditolak oleh kurator dan hakim pengawas dengan alasan utang yang sederhana sehingga tak dibutuhkan kepanitiaan," jelas John. Dalam proposal perdamaian terakhir yang diajukan Rimba Hijau, memang dinyatakan ada aset senilai Rp 42,62 sebagai jaminan pembayaran kewajibannya. Hanya saja mayoritas aset tersebut berasal dari piutang, yaitu piutang atas customer senilai Rp 15,29 miliar, piutang pemegang saham senilai Rp 17,15 miliar, piutang PT Satrya Nayaka Tirta senilai Rp 9,69 miliar. Sementara dari nilai aset tetap yang dijaminkan hanya senilai Rp 490 juta. Pun kata Anggiat, tagihan dalam proses kepailitan ini bertambah dibandingkan saat PKPU Rimba Hijau. "Yang kemarin tak terdaftar di PKPU mendaftarkan lagi, dalam proses pailit sekarang. Tapi saya belum hitung-hitung nilainya berapa," sambung Anggiat. Dalam proses PKPU, Rimba Hijau ditetapkan memiliki tagihan senilai Rp 27,76 miliar dari 149 kreditur. Meski demikian nilai kewajiban Rimba Hijau sejatinya lebih dari itu. Ada 508 kreditur lain dengan tagihan senilai Rp 43,97 miliar, pun ada tagihan terafiliasi yang berasal dari para pemegang saham dan keluarga pemegang saham senilai Rp 21,38 miliar. Sehingga jika ditotal nilai kewajiban Rimba Hijau senilai Rp 93,22 miliar.
Mengingatkan, Rimba Hijau diputuskan pailit, lantaran mayoritas kreditur menolak proposal perdamaian yang diserahkan Rimba Hijau pada 7 Mei 2018. Rimba Hijau sendiri merupakan perusahaan yang menawarkan investasi melalui penghimpunan dana berupa uang dan logam mulia yang diklaim dapat memberikan imbal balik bunga 1,6%-1,8% perbulan. Namun hal tersebut tak pernah didapat nasabah, sebaliknya investasi nasabah justru tak kembali. Atas hal ini pula, salah satu nasabah Rimba Hijau memohonkan PKPU. Rimba Hijau sendiri masuk PKPU sementara sejak 7 Maret 2018 lalu. Sementara perkara ini terdaftar dengan nomor perkara 15/Pdt.Sus-PKPU/2018/PN Niaga Jkt.Pst pada 6 Februari 2018. Saat diputuskan masuk proses PKPU sementara, Rimba Hijau juga masuk daftar hitam Otoritas Jasa Keuangan sebagai investasi ilegal. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Sofyan Hidayat