KONTAN.CO.ID - Argentina merupakan negara dengan perekonomian terbesar ketiga di Amerika Latin. Sayangnya, negara ini sedang diguncang masalah keuangan selama beberapa dekade, salah satunya dipicu oleh ketidakstabilan politik dan utang internasional yang sangat besar. Tahun ini, inflasi Argentina bahkan menyentuh rekor terburuk, meroket hingga 140%. Hasilnya, nilai mata uang Argentina anjlok. Situasi ini rupanya memberikan dampak langsung pada kesehatan mental warganya yang semakin sulit membeli sembako.
Psikolog Jesica Bianchiotti mengatakan, sesi diskusi dengan pasien kini dipenuhi masalah politik, kenaikan harga, dan betapa sulitnya memenuhi kebutuhan hidup.
Baca Juga: Reformasi Ekonomi Argentina Dimulai dengan Mendevaluasi Peso "Banyak hal telah berubah. Mayoritas pasien saya sekarang datang dengan masalah yang berkaitan dengan kecemasan, ketakutan, masalah tidur, semua terkait dengan ketidakpastian yang kita semua jalani. Betapa sulitnya membuat rencana jangka panjang. Dulu diskusi diawali dengan obrolan mengenai cuaca atau hasil pertandingan sepak bola," kata Bianchiotti, dikutip
Al Jazeera. Para psikolog seperti Bianchiotti melaporkan peningkatan kondisi yang berhubungan dengan stres. Beruntung, Argentina masih memiliki jumlah psikolog per kapita tertinggi di dunia. Penelitian tahun 2015 silam menunjukkan bahwa terdapat 194 psikolog untuk setiap 100.000 penduduk Argentina.
Baca Juga: Tawanan Israel yang Dibebaskan: Terowongan Hamas Sangat Berbahaya Krisis Ekonomi Argentina
Sebuah studi yang dilakukan oleh Universitas Buenos Aires menunjukkan, lebih dari separuh pasien yang datang ke psikolog pada tahun 2022 mengatakan mereka sedang mengalami krisis. Perekonomian disebut-sebut sebagai alasan paling umum terjadinya krisis yang dialami responden dengan angka mencapai 49%. Penyebab utama gangguan ini adalah masalah keluarga, masalah hubungan, dan pekerjaan. Julieta Bieber, seorang asisten administrasi berusia 48 tahun di Buenos Aires, termasuk di antara mereka yang menggunakan sesi terapi untuk berbicara tentang keadaan negara. Bieber mengakui bahwa inflasi membuat hidupnya semakin sulit dari hari ke hari. "Anda bangun, dan hal pertama yang Anda lakukan adalah memeriksa berapa nilai tukar dolar, berapa banyak barang yang naik harganya. Ini sangat mempengaruhi kualitas hidup Anda," kata Bieber kepada
Al Jazeera.
Baca Juga: Intip Kemampuan Hwasong-18, ICBM Korea Utara yang Baru Diuji Coba Reformasi Ekonomi Argentina
Program reformasi ekonomi ekstrem Argentina di bawah presiden barunya, Javier Milei, resmi dimulai. Pemerintahnya kini mendevaluasi mata uang peso sebesar 54%. Pada hari Selasa (12/12), Menteri Perekonomian Luis Caputo mengumumkan bahwa nilai tukar resmi peso akan melemah dari 366,5 per dolar menjadi 800 peso per dolar. Caputo menjelaskan, langkah itu merupakan upaya Argentina untuk menghentikan ketergantungannya terhadap defisit fiskal. Mengutip
Business Insider, ke depannya bank sentral Argentina akan menargetkan pelemahan berkelanjutan sebesar 2% per bulan. Pemerintah Milei juga akan menarik kembali belanja sebesar sekitar 2,9% PDB, hal itu mencakup pengurangan program pensiun dan jaminan sosial, serta subsidi. Argentina saat ini menghadapi inflasi tiga digit dan harga-harga diperkirakan masih akan melonjak sebesar 20%-40% dalam beberapa bulan mendatang.
Baca Juga: Puntung Cerutu, Cara Investasi Warren Buffett di Awal Karir sebagai Investor Dana Moneter Internasional (IMF) memuji inisiatif ekonomi Milei. IMF mengatakan, inisiatif tersebut akan membantu menstabilkan perekonomian dan memungkinkan pertumbuhan yang lebih didorong oleh sektor swasta. "Tindakan awal yang berani ini bertujuan untuk meningkatkan keuangan publik secara signifikan dengan cara yang melindungi masyarakat yang paling rentan dan memperkuat devisa," kata IMF dalam pernyataannya hari Selasa. Tokoh liberal, Javier Milei, resmi memenangkan pemilu dan menjadi presiden Argentina berikutnya. Libertarian yang populer berkat pemikiran ekonominya ini berjanji akan memangkas anggaran belanja publik hingga menghapus bank sentral. Kemenangan Milei dianggap menjadi awal mula perombakan perekonomian dan institusi Argentina di tengah kemarahan masyarakat atas tingginya inflasi. Di bawah pemerintahan koalisi Peronis berhaluan kiri-tengah, angka kemiskinan di Argentina juga mencapai rekor tertinggi.