Krisis gas ancam industri di Jawa



JAKARTA. Setelah sebelumnya terjadi di Sumatera Utara, kini ancaman krisis pasokan gas bakal menjalar ke industri di Jawa. Tahun ini, Pulau Jawa bakal mengalami defisit gas 578 juta kaki kubik atau million standard cubic feet per day (mmscfd).

Direktur Utama PT Pertamina Gas (Pertagas) Gunung Sardjono Hadi menjelaskan, penyebab defisit ini adalah pasokan gas dari hulu berkurang dan infrastruktur jaringan pipa gas untuk industri belum tersedia. Persoalan makin rumit, krisis ini akan bertahan lebih lama.

Gunung memprediksi, defisit gas di Jawa akan berlangsung hingga tahun 2020. "Defisit gas bumi terbesar terjadi di Jawa Barat, disusul Jawa Tengah. Jawa Timur ada kelebihan gas, meski hanya sedikit," ungkapnya, Rabu (12/3).


Hitungan Gunung, tahun ini, kebutuhan gas industri di Jawa sebesar 2.491 mmscfd, sementara pasokan hanya 1.913 mmscfd. Artinya, ada defisit 578 mmscfd.

Tahun 2014, defisit membengkak menjadi 807 mmscfd. Sebab, saat itu, kebutuhan gas mencapai 2.871 mmscfd, sementara pasokan hanya sebanyak 2.064 mmscd.

Menghadapi ancaman krisis gas ini, Gunung berharap pemerintah, kontraktor migas, BPH Migas, dan pengusaha harus bahu-membahu. "Sebab defisit gas akan berlangsung lama dan merugikan banyak pihak termasuk industri dan perusahaan penyedia infrastruktur gas," kata Gunung.

Industri terkendala

Anggota Komite Badan Pengelola Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH), Qoyum Tjandranegara mengusulkan pemerintah menghentikan ekspor dan impor gas. Sebab, selama ini Indonesia mengimpor gas yang tak lain merupakan gas yang diekspor Indonesia ke Singapura, Jepang. "Prediksi saya, negara kehilangan devisa Rp 183 triliun di tahun 2011," tuturnya.

Tapi, kecil kemungkinan usulan itu terwujud. Kepada KONTAN, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik pernah berujar, pasokan gas untuk domestik tidak bisa terpenuhi dalam waktu singkat lantaran produksi gas di masa lalu telah terikat perjanjian kontrak ekspor. "Kalau ada kontrak baru, kita akan dahulukan domestik," ungkapnya beberapa waktu lalu.

Hal ini tentu menjadi ancaman bagi industri. Direktur Jenderal Basis Industri Manufaktur Kementerian Perindustrian, Panggah Susanto, mengkhawatirkan krisis pasokan gas industri ini bisa menjadi sandungan saat tren pertumbuhan industri positif.

Imbas terbesar bakal dirasakan investor yang industrinya menggunakan gas, seperti perusahaan ban, keramik, hingga petrokimia. "Total ada 19 sektor industri yang tergantung pada pasokan gas bumi," ujar Panggah.           

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: