Krisis global, ekspor mebel makin kritis



JAKARTA. Krisis ekonomi di Eropa dan Amerika Serikat ditambah gejolak Timur Tengah berdampak negatif pada ekspor mebel. Bahkan, Asosiasi Permebelan dan Kerajinan Indonesia (Asmindo) berkata, ekspor mebel sudah bukan lagi krisis, tapi kritis.

"Ini sangat berat karena sampai bulan ini, ekspor mebel sudah merosot lebih dari 30% dari tahun lalu," kata Ketua Umum Asmindo, Ambar Tjahjono kepada KONTAN, Minggu (25/9).

Sebelumnya, Asmindo menyebutkan ekspor mebel dan kerajinan selama semester I 2011 mencapai US$ 1,15 miliar. Angka itu melorot 21,31% dibandingkan tahun lalu yang mencapai US$ 1,46 miliar. Khusus untuk mebel rotan, penurunannya 26,12% menjadi US$ 60,32 juta.


Ketua Asosiasi Mebel dan Kerajinan Rotan Indonesia (AMKRI) Hatta Sinatra menjelaskan, penurunan ekspor mebel rotan sudah terasa sejak krisis tahun 2008. "Tahun 2010 ekspor mebel rotan sudah jelek, tapi tahun ini lebih jelek lagi," ujarnya.

Penurunan juga terjadi karena persaingan pasar. Misalnya mebel rotan yang bersaing ketat dengan China dan Vietnam. Padahal, bahan baku keduanya adalah rotan Indonesia. Karenanya, ia menandaskan kebijakan yang mengizinkan ekspor bahan baku rotan harus dihentikan.

Selain itu, penguatan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS mengakibatkan harga mebel Indonesia di pasar ekspor makin mahal. Memang, belakangan ini rupiah kembali melemah. Tapi, Asmindo melihat pelemahaan rupiah belum cukup membantu. "Kami mengharapkan nilai tukar bisa sampai Rp 10.000 per dollar AS," kata Ambar.

Berbeda dengan pasar ekspor yang anjlok, pasar mebel domestik masih sehat. Ketua Asmindo Jepara, Achmad Fauzi mengatakan, permintaan mebel domestik tumbuh 6%-10% per tahun. Peningkatan permintaan terutama untuk mebel ukir dari Jepara. "Terutama dari Indonesia Timur untuk kebutuhan perkantoran dan rumah tangga," jelasnya.

Meski demikian, Fauzi mengatakan industri mebel terbebani dengan kenaikan harga bahan baku kayu jati rata-rata antara 10%-20% per tahun. Celakanya, pengusaha tidak bisa mengimbangi kenaikan harga tersebut dengan menaikkan harga produk. "Bahkan, untuk menaikan harga produk sebesar 5% saja sangat susah," kata Fauzi.

Maka, untuk menyiasati kenaikan harga tersebut, pengusaha mebel mencari substitusi bahan baku kayu jenis lain yang lebih murah harganya. Atau, kalau tetap menggunakan kayu jati, mereka menurunkan mutu dengan ketebalan yang berbeda.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Edy Can