Krisis Kian Parah, Pemimpin Eropa Bahu Membahu



LONDON. Sepertinya, krisis kredit global di Eropa semakin terpuruk saja. Itu terbukti dari adanya rencana penyelamatan (bail out) kepada sejumlah bank bermasalah yang dikumandangkan pemerintah di kawasan tersebut.

Contohnya saja, BNP Paribas SA akan mengambil alih unit Fortis di Belgia dan Luxemburg setelah upaya pemerintah untuk memastikan stabilitas perusahaan itu menemui jalan buntu. Selain itu, pemerintah dan institusi finansial di Jerman setuju untuk menggelontorkan dana senilai 50 miliar euro (US$ 68 miliar) yang ditujukan untuk menyelamatkan Hypo Real Estate Holding AG. Tidak hanya itu saja, Menteri Keuangan Inggris Alistair Darling bilang, “Inggris siap untuk melakukan apa pun yang diperlukan untuk membantu perbankan.”

Krisis finansial yang melanda dunia saat ini memang cukup parah. Itu sebabnya, para pemimpin di Eropa sengaja mengadakan pertemuan di Paris untuk membahas mengenai krisis ekonomi global ini. Dari pertemuan tersebut, sejumlah negara sepakat  untuk bahu membahu mengatasi keterpurukan ekonomi, memperlonggar peraturan keuangan dan memberlakukan peraturan finansial yang lebih baik lagi.


Presiden Prancis Nicolas Sarkozy mengimbau agar segera diadakan pertemuan global para pemimpin dunia secepat mungkin. “Pertemuan ini sangat penting untuk mengimplementasikan reformasi dari sistem finansial internasional yang nyata dan menyeluruh,” jelas Sarkozy.

Ia juga bilang, seluruh pelaku harus diawasi, termasuk pula perusahaan pemeringkat dan hedge fund. Selain itu, dia juga menyarankan agar dilakukan peninjauan ulang terhadap gaji para eksekutif. “Kita menginginkan dunia baru dan keluar dari krisis ini. Kita ingin membentuk negara yang berbasis pengusaha kapitalisme, bukan para spekulan,” ungkap Sarkozy.

Menteri Keuangan Jerman Angela Merkel memiliki pendapat serupa. “Setiap negara harus memikul tanggungjawab pada level nasional,” jelas Merkel setelah pertemuan itu.  Untuk mengatasi krisis, Merkel menjelaskan, Jerman akan menjamin rekening simpanan perusahaan maupun individu. Hal itu ditujukan untuk mencegah penarikan besar-besaran oleh para nasabah.

Lain halnya dengan langkah yang diambil pemerintah Denmark. Di Denmark, perbankan komersial akan menggelontorkan dana sebesar 35 miliar kroner (US$ 6,4 miliar) dalam dua tahun ke depan untuk memastikan agar nasabah tidak mengalami kerugian.

Menurut BDB Private Banks Group pada 2 Oktober lalu, hingga saat ini, rekening simpanan di Jerman, termasuk di dalamnya perusahaan swasta yang kecil, sudah dijamin oleh 180 bank.

Komitmen pemerintah Jerman dan Denmark mengikuti kebijakan yang dilakukan oleh Sarkozy dan Perdana Menteri Italia Silvio Berlusconi. Kedua pemimpin tersebut telah berjanji untuk berupaya mencegah kerugian lebih jauh yang dialami oleh para nasabah di negara masing-masing.

Beberapa negara Eropa lainnya juga sudah menerapkan beberapa kebijakan. Di Irlandia, misalnya, pemerintah setempat menjamin deposito bank dan utang selama dua tahun untuk meningkatkan kepercayaan pada industri finansial.

Sementara itu, Perdana Menteri Belgia Yves Leterme kemarin bilang bahwa BNP Paribas akan membeli 75% saham Fortis Bank Belgium senilai 8,25 miliar euro dan mengakuisisi unit asuransi perusahaan Belgia itu. Selain itu, penyalur pinjaman terbesar Prancis tersebut juga akan mengakuisisi 66% Fortis Bank di Luxemburg. 

Dijualnya salah satu unit Fortis setelah dilakukannya rencana penyelamatan (bail out) pada 28 September lalu, gagal untuk menstabilkan kondisi perusahaan jasa keuangan terbesar di Belgia itu. Sebab, pada waktu itu, banyak nasabah yang menarik dananya sehingga menyebabkan pihak perusahaan merasa kesulitan untuk menangani pinjaman. Padahal, Fortis sudah menerima suntikan dana dari Belgia, Belanda dan Luxemburg yang nilainya mencapai 11,2 miliar euro.  

Dengan demikian, CEO BNP Paribas Baudouin Prot memprediksi, jika proses akuisisi itu selesai, pemerintah Belgia akan mengempit 11,7% saham di BNP Paribas, sementara pemerintah Luxemburg 1,1%.

Sejumlah ekonom menyambut baik pertemuan di Paris tersebut. “Hingga saat ini, solusi yang dilakukan tidak terkoordinasi dengan baik. Jadi, mungkin akan lebih baik kalau dilakukan pendekatan global yang terkoordinir. Tidak hanya di AS dan Eropa, namun bank-bank yang tersebar di seluruh dunia,” jelas Torsten Slok, ekonom dari Deutsche Bank AG di New York.

Rencananya, para menteri keuangan dari Kelompok Tujuh (Group of Seven) juga akan menghelat pertemuan untuk membahas permasalahan serupa pada minggu ini.

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie