Krisis Kredit Runtuhkan Bursa Saham Jepang



TOKYO. Krisis kredit akhirnya memakan korban di kawasan Asia. Hari ini (10/10), Yamato Life Insurance Co, perusahaan asuransi Jepang, bangkrut. Yamato adalah institusi finansial pertama di Jepang yang menjadi korban krisis kredit macet, dan perusahaan keuangan Jepang yang pertama kali bangkrut dalam tujuh tahun terakhir.Perusahaan asuransi yang berdiri 98 tahun yang lalu ini bangkrut dengan membawa total utang 269,5 miliar yen. Jumlah tersebut lebih besar 11,5 miliar yen ketimbang aset mereka. Presiden Direktur Yamato Life Takeo Nakazono mengungkapkan, sejatinya rasio kemampuan perusahaan membayar pemegang polis masih cukup tinggi, yaitu mencapai 26,9%.Masalahnya, guna meningkatkan keuntungan investasi, perusahaan asuransi terbesar kelima di Jepang tersebut mengalokasikan sekitar 30% dari investasinya ke investasi alternatif. Ternyata, langkah itu malah menjadi bumerang.Perusahaan asuransi ini malah hancur terseret krisis pasar keuangan global. "Kami telah menerapkan manajemen risiko, tetapi pinjaman subprime memaksa nilai aset-aset global turun, dan itu yang tidak kami sangka," ujarnya, kemarin.

Investor bursa panik

Pada saat bersamaan, kekhawatiran terhadap krisis kredit yang mulai berdampak di Jepang membuat investor panik. Indeks saham di bursa utama Jepang pun jebol. Kemarin, indeks Nikkei 225 turun 9,62% ke level 8.276,42. Ini kejatuhan terdalam Nikkei selama 20 tahun terakhir.Bahkan, sebelumnya, Nikkei sempat turun 11,38% hingga menyentuh level 8.115,41. Sejak awal tahun, indeks Nikkei sudah turun 45,93%. "Investor panik, tidak ada lagi yang bisa dipercaya saat ini," keluh Takashi Ushio, Kepala Strategi Investasi Marusan Securities.Maklum saja, selama ini, para investor memandang Jepang relatif aman dari masalah yang terjadi di Amerika Serikat dan Eropa. Kebangkrutan Yamato membuat investor khawatir. "Mereka mengalihkan portofolionya menjadi dana tunai," imbuh Ushio.Perdana Menteri Jepang Taro Aso menyebutkan penurunan Nikkei bisa memperburuk kondisi ekonomi pada umumnya. "Pada dasarnya, semua hanya karena efek psikologis, dan hal itu tidak akan berhenti sampai kekhawatiran terhadap sistem finansial hilang," tegas Aso.Guna mencegah indeks terus turun, Aso memerintahkan Financial Services Agency mencabut pembatasan jumlah pembelian kembali (buy back) saham. Pencabutan tersebut berlaku sampai akhir tahun.Aso juga menegaskan bahwa Jepang siap menggelar pertemuan negara-negara anggota G-8, untuk mencari penyelesaian krisis finansial global yang sedang terjadi. Namun, pertemuan itu masih menunggu hasil dari pertemuan menteri keuangan negara-negara G-7.


Editor: Barratut Taqiyyah Rafie