Krisis menyebabkan pesona emas semakin meredup



MELBOURNE. Kecemasan mengenai perlambatan ekonomi global dan semakin memburuknya krisis utang Eropa mendongkrak permintaan dollar AS. Tak ayal, pesona emas pun kian memudar di mata investor. Siang tadi, harga kontrak emas untuk pengantaran cepat turun sebesar 0,7% menjadi US$ 1.573,95 per troy ounce. Pada pukul 15.25 waktu Singapura, harga emas berada di level US$ 1.574,25 per troy ounce. Sementara itu, harga kontrak emas untuk pengantaran cepat turun sebesar 0,7% menjadi US$ 1.572,10 per troy ounce di Comex, New York. Memang, sejumlah sinyal perlambatan ekonomi global semakin terlihat. Apalagi, penasehat Bank Sentral China Song Guoqing memprediksi, tingkat pertumbuhan China akan melambat menjadi 7,4% pada kuartal III ini.Sinyal perlambatan lainnya juga datang dari Eropa. Wakil Kanselir Jerman Phillipp Roeler bilang, dirinya sangat skeptis bahwa pimpinan Eropa mampu menyelamatkan Yunani.Seperti yang diberitakan sebelumnya, beredar kabar bahwa International Monetary Fund (IMF) tengah mengatur rencana untuk menghentikan pemberian bantuan ke Yunani. Kabar ini didapat oleh media Jerman mengutip pernyataan dari seorang pejabat komisi Uni Eropa yang enggan disebut namanya.Jika benar, bisa dipastikan Yunani akan bangkrut di awal September tahun ini. Media besar di Jerman, Der Spiegel melaporkan situasi ini sudah sangat jelas. Yunani tak mungkin bisa memenuhi persyaratan yang ditentukan. Di antaranya memotong anggaran pengeluaran hingga 120% dari pertumbuhan ekonomi pada 2020.Kecemasan mengenai krisis global itu yang kemudian memangkas tingkat permintaan investor terhadap emas. "Hanya ada satu hal yang menekan harga emas, yakni permintaan terhadap safe haven semakin menurun. Mereka menginginkan investasi mereka aman dan hal itu tidak mereka temukan pada emas," papar David Lennox, analis Fat Prophets di Sydney.Dia menambahkan, saat ini investor lebih memilih untuk menggenggam dollar AS. Tak mengherankan jika Dollar Index mencatatkan kenaikan untuk hari kedua.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Barratut Taqiyyah Rafie