NEW YORK. Bursa saham Amerika Serikat (AS) terbenam seiring membesarnya krisis nuklir di Jepang. Bahkan, koreksi yang berlangsung telah menggerus penguatan yang terjadi pada Indeks Standard & Poor's 500 di tahun ini. Indeks S & P 500 ditutup anjlok 1,95% ke 1.256,88, pada pukul 4 sore waktu New York. Sejauh ini, indeks acuan AS ini sudah terpangkas hingga 6,4% dari level tertinggi 32 bulan terakhir pada Februari lalu. Sementara, semua saham di Dow Jones Industrial Average juga tumbang, sehingga mengerek jatuh indeks DJIA sebesar 2% ke level 11.613,3. Ini penurunan terbesarnya sejak Agustus lalu.Investor cemas gempa bumi terbesar yang mengguncang Jepang, dan pemberontakan di Timur Tengah juga Afrika utara akan menggagalkan pemulihan ekonomi global. Yen juga menguat terhadap dollar AS ke posisi tertinggi saat pasca Perang Dunia II, karena spekulasi pasar akan membeli yen untuk membiayai proyek-proyek pembangunan kembali.Semalam, koreksi di pasar saham berlanjut setelah Ketua Komisi Pengaturan Nuklir AS Gregory Jaczko memberi tahu anggota parlemen bahwa radiasi tingkat tinggi telah diumumkan di Jepang. Bahkan, badan nuklir PBB berencana mengadakan pertemuan darurat untuk membahas krisis reaktor nuklir ini.Direktur strategi investasi dari BNY Mellon Wealth Management Christopher Sheldon menyebut, penjualan saham diperburuk oleh situasi nuklir. Kondisi ini membuat pasar semakin sulit untuk memperkirakan kondisi Jepang. "Investor melepas saham dalam situasi negatif saat ini, dan itu beralasan kuat, sebab kita tidak tahu seberapa buruk situasi ini mungkin bakal berlangsung," ujarnya. Saham teknologi dan industri memimpin kejatuhan indeks S & P 500, dengan koreksi mencapai 1,4%. International Business Machines Corp merosot 3,8%; sementara General Electric Co merosot 3,4%, dan menjadi saham dengan penurunan terbesar kedua di Dow Jones. Saham perusahaan-perusahaan eksportir AS juga anjlok karena risiko bakal kehilangan penjualan di Jepang. Salah satunya, Hartford Financial Services Group Inc yang terbenam 3,3%. Adapun, saham sektor ritel yang beroperasi di Jepang, seperti Coach Inc. and Tiffany & Co. jatuh karena spekulasi penutupan gerai dan dipersingkatnya waktu operasional bakal mengurangi penjualan. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Krisis nuklir Jepang membesar, S&P dan Dow Jones kian terbenam
NEW YORK. Bursa saham Amerika Serikat (AS) terbenam seiring membesarnya krisis nuklir di Jepang. Bahkan, koreksi yang berlangsung telah menggerus penguatan yang terjadi pada Indeks Standard & Poor's 500 di tahun ini. Indeks S & P 500 ditutup anjlok 1,95% ke 1.256,88, pada pukul 4 sore waktu New York. Sejauh ini, indeks acuan AS ini sudah terpangkas hingga 6,4% dari level tertinggi 32 bulan terakhir pada Februari lalu. Sementara, semua saham di Dow Jones Industrial Average juga tumbang, sehingga mengerek jatuh indeks DJIA sebesar 2% ke level 11.613,3. Ini penurunan terbesarnya sejak Agustus lalu.Investor cemas gempa bumi terbesar yang mengguncang Jepang, dan pemberontakan di Timur Tengah juga Afrika utara akan menggagalkan pemulihan ekonomi global. Yen juga menguat terhadap dollar AS ke posisi tertinggi saat pasca Perang Dunia II, karena spekulasi pasar akan membeli yen untuk membiayai proyek-proyek pembangunan kembali.Semalam, koreksi di pasar saham berlanjut setelah Ketua Komisi Pengaturan Nuklir AS Gregory Jaczko memberi tahu anggota parlemen bahwa radiasi tingkat tinggi telah diumumkan di Jepang. Bahkan, badan nuklir PBB berencana mengadakan pertemuan darurat untuk membahas krisis reaktor nuklir ini.Direktur strategi investasi dari BNY Mellon Wealth Management Christopher Sheldon menyebut, penjualan saham diperburuk oleh situasi nuklir. Kondisi ini membuat pasar semakin sulit untuk memperkirakan kondisi Jepang. "Investor melepas saham dalam situasi negatif saat ini, dan itu beralasan kuat, sebab kita tidak tahu seberapa buruk situasi ini mungkin bakal berlangsung," ujarnya. Saham teknologi dan industri memimpin kejatuhan indeks S & P 500, dengan koreksi mencapai 1,4%. International Business Machines Corp merosot 3,8%; sementara General Electric Co merosot 3,4%, dan menjadi saham dengan penurunan terbesar kedua di Dow Jones. Saham perusahaan-perusahaan eksportir AS juga anjlok karena risiko bakal kehilangan penjualan di Jepang. Salah satunya, Hartford Financial Services Group Inc yang terbenam 3,3%. Adapun, saham sektor ritel yang beroperasi di Jepang, seperti Coach Inc. and Tiffany & Co. jatuh karena spekulasi penutupan gerai dan dipersingkatnya waktu operasional bakal mengurangi penjualan. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News