Krisis terburuk di emerging Asia sudah lewat?



TOKYO. Menurut Nomura Holdings Inc, krisis terburuk di pasar emerging Asia akibat penarikan dana besar-besaran oleh investor asing pada bulan lalu sudah melewati fase kritis. Keluarnya hot money dari emerging market dipicu oleh kecemasan investor bahwa the Federal Reserve akan mulai memangkas nilai stimulus mulai bulan depan. "Kita sudah melalui krisis terburuk. Namun, bukan berarti negara-negara secara individu tidak akan mengalami tantangan hebat ke depannya," jelas Steve Ashley, head of global markets Nomura di London. Dia menambahkan, untuk jangka panjang, Nomura tetap optimistis dengan performa aset-aset berisiko di emerging market Asia. "Outlook untuk pasar emerging Asia dalam lima hingga sepuluh tahun ke depan masih sangat positif seiring semakin tingginya investasi di kawasan tersebut," jelas Ashley. Data yang dihimpun Bloomberg menunjukkan, nilai kapitalisasi pasar dari saham yang diperdagangkan di China berkontribusi sebesar 37% dari Produk Domestik Bruto. Sementara di AS sudah mencapai 107% dari PDB. Di Indonesia, proporsi kapitalisasi pasar saham mencapai 45% dan 54% di India. Pendapat berbeda diungkapkan oleh co-founder of hedge fund SLJ Macro Partners LLP Stephen Jen. Jen menilai, pasar saham emerging akan merosot lebih dalam karena investor akan menarik dananya seiring rencana the Fed mengurangi nilai stimulus. "Apa yang kami lihat di pasar emerging adalah sentimen yang sangat rentan bagi investor. Fokus investor adalah negara-negara dengan defisit neraca yang sangat besar sehingga mereka mempertanyakan bagaimana negara-negara tersebut menutupi defisit mereka di situasi likuiditas yang ketat nanti saat the Fed mengurangi nilai stimulusnya," papar Rohit Arora, fixed income strategist Barclays Plc. Indonesia, menjadi salah satu fokusnya. Pasalnya, pada Juli lalu, defisit neraca perdagangan Indonesia menembus rekor tertinggi. Kondisi itu diperparah dengan melambatnya roda perekonomian dan tingginya tingkat inflasi. Pada Agustus lalu, rupiah dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mencatatkan penurunan terhebat dalam lima tahun terakhir.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Barratut Taqiyyah Rafie