KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kritik demi kritik bermunculan pasca terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2020 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). Terlebih, pandangan yang menyamakan iuran tersebut sama dengan iuran wajib BPJS yang selama ini telah berlangsung. Sebagai informasi, pasal 15 PP tersebut menjelaskan besaran simpanan peserta ditetapkan sebesar 3% dari gaji atau penghasilan dari peserta pekerja atau peserta mandiri.
Besaran simpanan peserta untuk pekerja ditanggung bersama oleh pemberi kerja sebesar 0,5% dan pekerja sebesar 2,5$. Sementara, untuk peserta mandiri seperti
freelancer ditanggung sendiri.
Baca Juga: Menimbang Untung Rugi Kebijakan Tapera Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda mengungkapkan bahwa iuran wajib tersebut tak bisa disamakan dengan iuran BPJS. Ia menilai iuran BPJS lebih bisa dirasakan manfaatnya bagi semua kalangan. Berbeda, dengan iuran Tapera yang dinilai tak tepat sasaran bagi kalangan yang sejatinya sudah memiliki hunian. “BPJS ketika dia sakit langsung bisa berobat di fasilitas yang berkaitan dengan BPJS,” ujarnya. Sementara itu, ia menilai iuran Tapera ini semacam investasi uang pekerja. Di mana, peruntukkannya untuk kebutuhan kepemilikan hunian bagi peserta. Oleh karenanya, peserta tentu akan memperhatikan pula hasil investasi yang dimiliki. Menurutnya, hal tersebut berbeda dengan BPJS, di mana orang-orang tak begitu memperhatikan imbal hasil yang dimiliki. “Kalau BPJS itu kita kan membayar
insurance gitu, untuk sebuah ketidakpastian yang terjadi di depan,” imbuh Huda. Di tambah, ia melihat saat ini masyarakat dihadapkan beberapa kasus investasi belakangan ini. Sebut saja, dugaan investasi fiktif PT Taspen hingga investasi di saham gorengan yang terjadi pada kasus Jiwasraya. “Jadi kita benahi dulu itu lah baru kita bicara tentang investasi di Tapera,” ujarnya.
Baca Juga: Jumhur Hidayat: Iuran Tapera Modus Bancakan yang Dilegalkan Sebelumnya, Presiden Joko Widodo turut buka suara terkait iuran wajib Tapera ini. Ia mengatakan biasanya dalam kebijakan yang baru, masyarakat juga ikut berhitung. Misalnya mampu atau tidak mampu, berat atau tidak berat. Menurutnya, masyarakat akan mendapat manfaat setelah kebijakan tersebut berjalan. Hal ini sama seperti dulu ketika kebijakan iuran BPJS Kesehatan baru diterbitkan. "Hal-hal seperti itu yang akan dirasakan setelah berjalan, kalau belum biasanya pro dan kontra," ucap Jokowi di Istora Senayan, Senin (27/5). Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Tendi Mahadi