Kenapa Butet harus membayar ke BRI Syariah?



JAKARTA. Bisnis gadai emas di BRI Syariah (BRIS) menghadapi gugatan dari nasabah. Adalah seniman Butet Kertaredjasa yang menggagas class action karena merasa dirugikan.

Sebenarnya bagaimana perjanjian yang disepakati oleh BRIS dan Butet? Begini tanya jawab antara KONTAN dan BRIS. Jawaban BRIS diwakili oleh Corporate Secretary Group Head BRI Syariah Lukita T Prakasa.

Kontan: Bagaimana awal gadai emas yang dibuat BRIS dan Butet?


BRIS: Pertama, Butet menjadi nasabah gadai emas BRI Syariah di Yogyakarta pada Agustus 2011. Ia mendapat pinjaman senilai 90% dari nilai emas. Harga emas saat transaksi dibuat sedang tinggi.

Kedua, gadai emas Butet jatuh tempo pada Desember 2011. Butet memiliki kewajiban mengembalikan pinjaman uang ditambah ujroh. Saat gadai emas masih berjalan, pada November hingga Desember 2011, Bank Indonesia (BI) sedang mengeluarkan kebijakan produk gadai dengan membatasi nilai plafon gadai maksimal sebesar Rp 250 juta dan nasabah lama yang memiliki nilai pinjaman di atas plafon BI wajib diselesaikan dalam waktu 1 tahun ke depan.

Kontan: Bagaimana sengketa ini muncul?

BRIS: Gadai tersebut jatuh tempo empat bulan, yang berarti pada Desember harus dilunasi oleh nasabah. Namun, nasabah meminta perpanjangan waktu hingga tiga tahun. Tentu saja kami menolak permintaan itu.

Kontan: Kenapa nasabah merasa dirugikan dan harus menambal utang?

BRIS: Karena nasabah menolak melunasi utang saat jatuh tempo, kami harus menjual paksa emas tersebut. Masalahnya, saat emas dijual, harga logam mulia tersebut turun atau di bawah harga saat gadai emas diteken. Nilai tersebut tidak mengubah pokok utang Butet.

Kontan: Ingin memastikan, sebetulnya, produk apa yang disepakati? Gadai emas atau kepemilikan logam mulia (KLM)?

BRIS: Bisa kami pastikan produk yang disepakati adalah gadai emas, bukan KLM. Sepertinya ada salah pengertian di pihak nasabah.

Kontan: Berawal dari sengketa hitungan, nasabah menanyakan prinsip “kesyariahan” BRIS. Tanggapan anda?

BRIS: Produk ini bisa saya jamin legal dan sesuai dengan prinsip syariah plus sesuai aturan BI. Prinsip itu tak perlu diragukan, kami bisa mempertanggungjawabkanmya.

Kontan: Prinsip gadai emas yang sesuai syariah adalah azas keterdesakan. Apakah BRIS melihat ada faktor keterdesakan?

BRIS: Kami hanya memfasilitasi kebutuhan nasabah.

Kontan: Prinsip keterdesakan itulah yang menurut DSN, lazimnya emas yang digadaikan berupa perhiasan dan nilainya tidak besar atau bukan berkilo-kilo gram. Apakah BRIS tidak mempertimbangkan ini?

BRIS: Kami tidak mungkin menanyakan secara detail apakan nasabah dalam kondisi terdesak atau untuk apa kebutuhan dana tersebut. Selama yang digadai jelas, ya pasti diterima.

Kontan: Apakah skim yang transaksi yang diberikan pada nasabah cukup jelas? Kenapa nasabah sampai menyebut imbal hasil?

BRIS: Kami sudah menegaskan dan menjelaskan, skim yang digunakan dalam gadai emas adalah qard dan ijarah. Yang berarti jika nasabah berutang, entah bisnisnya untung atau rugi, mereka wajib menyelesaikan kewajibannya sesuai kesepakatan. Akad ini berdasarkan kolateral.

Jika nasabah mempertanyakan soal imbal hasil bank syariah, itu sudah berbeda skim dan bukan terdapat di gadai emas, melainkan di produk syariah lainnya.

Kontan: Bisa dikatakan, pengetahuan nasabah kurang atas produk ini?

BRIS: Ada kekeliruan dalam mengartikan beberapa produk syariah.

Kontan: Apakah sudah dipastikan, saat itu petugas bank menjelaskan secara gamblang gambaran dan risiko gadai emas?

BRIS: Masalah ini masih kami proses, yang pasti kami meminta masalah ini bisa diselesaikan secara kekeluargaan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: