KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Solo, Poppy Kusuma, menjelaskan kronologi penetapan Wakil Ketua Badan Pemengan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga, Slamet Ma'arif, sebagai tersangka tindak pidana pemilu. Menurut Poppy, pelanggaran terjadi dalam acara Tabligh Akbar yang digelar di Jalan Slamet Riyadi, Solo, Minggu (13/2). Acara tersebut terbuka untuk umum dan dihadiri warga Solo dan sekitarnya. Hadir pula Bawaslu provinsi, kabupaten, dan kota untuk melakukan pengawasan.
Poppy menjelaskan, dalam acara itu Slamet sempat menyampaikan seruan "2019 Ganti Presiden". Seruan itu disambut oleh peserta tabligh akbar. "Waktu itu dari orator dan dari peserta mempunyai visi yang sama. Karena pada saat Pak Slamet Ma'arif menyampaikan ganti presiden, (dia bilang) '2019 apa?', dijawab (peserta) "ganti presiden'. (Slamet berseru) 'Gantinya siapa?', dijawab (peserta) dengan sebutan Prabowo," kata Poppy saat dihubungi, Senin (11/2). Selain itu, Slamet juga sempat menyampaikan supaya tak mencoblos gambar presiden dan kiai, tapi hendaknya mencoblos gambar di samping presiden dan kiai. "Kalau ada gambar presiden, itu jangan diapa-apain, karena nanti bisa kena pasal, karena tidak boleh merusak gambar presiden. Dan kalau ada gambar kiai itu jangan diapa-apain juga karena nanti akan kualat. Tetapi apabila lihat gambar sebelahnya, maka coblos dan colok," ujar Poppy menirukan orasi Slamet. Sehari setelah tabligh akbar, ada pihak yang melaporkan ucapan Slamet sebagai dugaan pelanggaran kampanye dalam acara tersebut ke Bawaslu. Berangkat dari situ, Bawaslu bersama kepolisian dan kejaksaan yang tergabung dalam Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) memeriksa sejumlah pihak. Bawaslu meminta keterangan dari pelapor, terlapor, saksi, termasuk panitia. Bawaslu juga memeriksa sejumlah alat bukti. Hasil kajian dan pemeriksaan menunjukan bahwa dugaan tindak pidana pemilu yang dilakukan Slamet Ma'arif memenuhi syarat. "Pasal yang disangkakan yaitu Pasal 521 juncto Pasal 280 ayat 1 huruf c, d, f dan Pasal 492 (Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu) terkait kampanye di luar jadwal," kata Poppy. Slamet diduga melakukan kampanye di luar jadwal berupa kampanye metode rapat umum. Rapat umum adalah metode kampanye yang dilakukan di tempat terbuka dan bisa dihadiri massa yang terbatas. Metode kampanye ini baru boleh dilakukan 21 hari jelang akhir masa kampanye, yaitu 24 Maret-13 April 2019.
Sementara Pasal 280 ayat 1 huruf c, d, dan f mengatur tentang larangan peserta, pelaksana dan timses dalam berkampanye yaitu, menghina, menghasut, dan mengancam atau menganjurkan seseorang melakukan kekerasan. Usai dinyatakan memenuhi unsur pelanggaran, pemeriksaan dilimpahkan dari Bawaslu ke kepolisian. Polresta Surakarta selanjutnya meningkatkan status Slamet Ma'arif dari saksi menjadi tersangka, usai Ketua Umum PA 212 itu melakukan serangkaian gelar perkara, Jumat (8/2). (Fitria Chusna Farisa) Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul
"Bawaslu Ungkap Kronologi Kasus Slamet Ma'arif hingga Ditetapkan Tersangka", Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto