KSP Sebut Larangan Ekspor Batubara Upaya Hadapi Krisis Energi



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kebijakan pelarangan ekspor batubara dinilai sebagai bentuk upaya menghadapi krisis energi global. Hal itu disampaikan oleh Deputi I Kepala Staf Kepresidenan RI Febry Calvin Tetelepta.

Febry bilang perlu upaya gotong royong untuk di tengah kondisi dunia yang saling berebut sumber energi yang andal termasuk batubara dari Indonesia. "Karena itu kita sebagai bagian elemen negara harus bersama-sama berkontribusi, baik itu pemerintah, masyarakat, PLN maupun pengusaha pertambangan nasional,” ujar Febry dalam keterangan pers, Kamis (6/1).

Febry bilang arahan Presiden Joko Widodo mengedepankan pasokan batubara untuk kebutuhan dalam negeri merupakan perwujudan amanah konstitusi UUD 1945. Selain itu kebijakan tersebut juga merupakan bentuk konsistensi pemerintah dalam mencukupi kebutuhan listrik bagi 270 rakyat Indonesia. “Ini gestur asli dari Presiden ketika dia harus berpihak pada kepentingan rakyat,” ungkapnya.


Baca Juga: Begini Dampak Kebijakan Larangan Ekspor Batubara Bagi Indika Energy (INDY)

Febry juga mengingatkan, agar perusahaan tambang tidak melanggar aturan penjualan batubara untuk dalam negeri atau domestic market obligation (DMO), yang menjadi implementasi dari UU No.3/2020 tentang Mineral dan Batubara, serta Peraturan Pemerintah No.96/2021 tentang Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.

“Pemerintah tidak membabi buta melarang ekspor batubara. Pemerintah mengapresiasi bagi perusahaan yang sudah memenuhi komitmen DMO Batubaranya, tapi juga tidak segan untuk mencabut ijin perusahaan yang tidak melaksanakan kewajiban DMO itu,” tutur Febry.

Febry menambahkan, dalam jangka menengah dan panjang, Jokowi sudah memerintahkan Menteri ESDM dan Menteri BUMN untuk membangun mekanisme DMO yang bersifat permanen  guna memenuhi kebutuhan listrik nasional dan adaptif terhadap tantangan krisis energi global.

Sebagai informasi, pemerintah memutuskan untuk menyetop ekspor batubara pada 1-31 Januari 2022 guna menjamin ketersediaan komoditas tersebut untuk pembangkit listrik dalam negeri. Pelarangan ekspor sementara tersebut, berlaku untuk perusahaan pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) atau IUPK tahap kegiatan operasi produksi, dan IUPK sebagai kelanjutan operasi kontrak/perjanjian, serta PKP2B.

Baca Juga: HBA Januari 2022 Turun Jadi US$ 158,50 Per Ton, Ini Penyebabnya  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati