KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Posko Konfederasi Serikat Pekerja (KSPI) merilis data laporan ada 10.000 buruh yang tidak mendapatkan tunjangan hari raya (THR) pada tahun ini. Jumlah itu terjadi dikurang lebih 150 perusahaan yang ada di Banten, Jawa Barat, DKI, Jawa Tegah, Jawa Timur, Jogja, Sumatra Utara, Sulawesi Selatan, Kepulauan Riau, Kalimantan Selatan, Maluku, hingga Papua. Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan ada empat alasan mengapa perusahan tidak membayar THR sesuai dengan aturan. Pertama, buruh masih dalam proses pemutusan hubungan kerja (PHK).
"Ada yang di PHK pada Januari 2023 atau sejak 2022. Namun, kasus PHK-nya belum selesai atau masih dalam proses. Karena belum ada keputusan yang berkekuatan hukum tetap, seharusnya perusahaan tetap berkewajiban membayar THR. Namun, sayangnya, banyak perusahaan yang tidak membayarkan THR pada buruh yang sedang dalam proses perselisihan PHK,” katanya melalui Said dalam keterangannya, Jumat (21/4).
Baca Juga: Momen Lebaran Dinilai Bakal Mampu Dorong Konsumsi Masyarakat Kedua, banyak buruh khususnya mereka yang berstatus kontrak bukan karyawan tetap diberhentikan sebelum H-30 lebaran. Kemudian dikontrak kembali usai masa lebaran. Menurutnya modus ini kerap terjadi dan terus berulang setiap tahun. Untuk itu, Said mengusulkan agar aturan pemberian THR diubah menjadi maksilam harus sudah diberikan H-30 lebaran bukan lagi H-7. Menurutnya hal ini perlu untuk menghindari modus dari pelaku usaha nakal. "Karena ada kebutuhan produksi yang meningkat menjelang hari raya misalnya di industri tekstil, garmen, makanan. Maka perusahaan tidak lagi bisa akal-akalan melakukan PHK menjelang hari raya jika H-30 THR sudah wajib diberikan,” kata Said. Selain itu, pemberitan THR H-30 juga memberi waktu bagi buruh yang tidak mendapatkan THR untuk mempermasalahkannya. Dia meyakini jika THR diberikan H-7, buruh yang tidak mendapat THR sesuai aturan tidak bisa berbuat banyak karena sudah mamasuki libur Lebaran. Ketiga, kata Said, banyak perusahaan yang menjanjikan membayar THR bukan H-7, tetapi H-1 atau H-2. Akibatnya ketika H-1 tidak membayarkan THR nya, sudah tidak bisa lagi digugat atau dilaporkan karena perusahaan sudah memasuki libur hari raya. Keempat, masih ada perusahaan yang membayar THR secara dicicil atau dibayar di bawah upah buruh. Sementara itu, industri yang selalu bermasalah terkait dengan THR adalah industri garmen, tekstil, sepatu, komponen elektronik, makanan, minuman, industri kimia menengah kecil, dan beberapa rumah sakit. “Industri tersebut seringkali tidak bayar THR, atau THR nya dicicil, dan tidak sesuai aturan,” imbuhnya. Said juga mencermati pembayaran THR untuk karyawan kontrak di rumah sakit atau industri BUMN yang menurutnya banyak yang tidak sesuai aturan. termasuk guru dan tenaga honorer. Said menegaskan Partai Buruh dan KSPI sedang melakukan pendataan dan akan mempermasalahkan ketika tenaga honorer dan guru di instansi pemerintah serta outsourcing BUMN THR-nya tidak dibayarkan sesuai aturan. “BUMN dan instanansi pemerintah seharusnya yang terdepan dalam mentaati aturan. Bukan malah melakukan pelanggaran pembayaran THR,” ujarnya.
Tak hanya itu, Said meminta Kementerian Ketenagakerjaan tidak main-main dan sekedar lips services dalam menangani persoalan THR dengan memberikan sanksi tegas bagi yang melanggar. “Kami meminta pemerintah berikap tegas dengan memberikan sanksi administratif dengan mencabut izin usaha buat perusahaan yang tidak membayar aturan THR,” tegas Said.
Baca Juga: Posko THR Keagamaan Kemenaker Terima 2.219 Aduan Jelang Lebaran 2023 Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Khomarul Hidayat