KSTJ belum berencana gugat Pemprov DKI Jakarta soal penerbitan IMB pulau reklamasi



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta (KSTJ) yang terdiri dari Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, dan Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) menyatakan, hingga saat ini KSTJ belum berencana melayangkan gugatan kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta terkait penerbitan izin mendirikan bangunan (IMB) di pulau reklamasi.

"Apakah menggugat atau tidak, Sejujurnya kita saat ini masih tahap mencari tahu nomor - nomor IMB nya karena nyatanya IMB yang dibuat kita tidak tahu untuk gedung yang mana dan pulau yang mana, untuk kepentingan ini kita mau riset dulu, kita tidak mau mengambil langkah iya gugat seolah-olah kita mengetahuinya, nyatanya memang ada yang tahu 900 IMB itu yang mana saja ? penerbitan IMB nya saja tidak transparan dan terburu - buru," kata Pengacara Publik LBH Jakarta Ayu Eza Tiara, Jumat (21/6).

KSTJ menilai penerbitan IMB menunjukkan pertentangan antara komitmen Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan untuk menentukan pemanfaatan pulau C dan D setelah kajian menyeluruh atas pulau tersebut. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta seharusnya menentukan terlebih dahulu peruntukkan Pulau C dan Pulau D kemudian menentukan tata ruang bagi pulau tersebut.


"Pemerintah seharusnya menentukan terlebih dahulu peruntukkan pulau C dan pulau D sebelum menerbitkan IMB, kajian yang dijanjikan oleh gubernur Anies sampai saat ini belum selesai dan gubernur belum menentukan sikap kelanjutan pulau - pulau yang sudah terbangun, termasuk pilihan untuk membongkar pulau tersebut," ucap Ayu.

KSTJ mengatakan, IMB terbit tanpa adanya kesesuaian fungsi bangunan dengan rencana tata ruang. Artinya, penerbitan IMB dilakukan tanpa dasar hukum yang jelas terkait peruntukkan dan alokasi ruang pulau C dan pulau D.

"Dalam syarat penerbitan IMB jelas harus ada kesesuaian fungsi bangunan sesuai dengan rencana tata ruang, sampai dengan saat ini belum ada rencana peruntukkan ruang di atas pulau - pulau reklamasi yang telah terbangun. Padahal setiap pembangunan di wilayah pesisir dan pulau - pulau kecil seharusnya didasarkan pada Perda mengenai Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau Pulau Kecil (RZWP3K)," ujar Ketua Harian Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia, Marthin Hadiwinata.

Lebih lanjut KSTJ mengatakan, pembangunan perumahan dan kawasan pemukiman di atas 25 hektar di DKI Jakarta wajib izin dan dokumen lingkungan. Sedangkan, yang terjadi saat ini tidak jelas apakah bangunan yang ada di Pulau C dan Pulau D sudah memiliki analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) dan izin lingkungan.

"Pemerintah tidak transparan kepada masyarakat terkait penerbitan izin lingkungan di pulau C dan pulau D. Masyarakat yang tinggal di teluk Jakarta harus dilibatkan dalam penyusunan AMDAL dan penerbitan izin lingkungan pembangunan bangunan pulau C dan pulau D. Tanpa adanya AMDAL dan izin lingkungan, IMB tidak boleh terbit. Sebelumnya, koalisi (KSTJ) telah mengajukan keberatan terhadap perubahan izin ligkungan Pulau C, Pulau D, dan Pulau G," ujar Kepala Divisi Pesisir dan Maritim Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) Ohiongyi Marino.

KSTJ meminta bangunan gedung yang telah berdiri dan tidak memiliki IMB harus diberikan sanksi administratif berupa pembongkaran sesuai dengan ketentuan aturan yang berlaku.

"Kami tetap konsisten untuk menuntut dibongkarnya pulau reklamasi yang sudah terbangun," ucap Ketua Harian Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia, Marthin Hadiwinata.

Sebelumnya, Pemprov DKI Jakarta menerbitkan IMB terhadap 932 gedung di Pulau D kawasan reklamasi. Penerbitan IMB itu menuai protes dari DPRD Jakarta. Pasalnya, IMB itu terbit sebelum adanya Peraturan Daerah (Perda) zonasi wilayah pesisir dan pulau - pulau kecil (RZWP3K) serta Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis (RTKS) Pantai Utara Jakarta.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .