KTI dukung program transaksi non-tunai



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Transaksi non tunai dengan uang elektronik perbankan untuk jalan toll di Jakarta-Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi (Jabodetabek) diberlakukan mulai Oktober ini. Tak sampai di situ, ke depan akan ada rencana lain untuk memperluas penggunaan transaksi non tunai menggunakan uang elektronik perbankan.

Komunitas Transportasi Indonesia (KTI) berharap, transaksi model ini mampu mempercepat masyarakat berkendara khususnya mereka dengan mobilitas yang tinggi.

"Dengan transaksi non-tunai, penyelenggara transportasi dan konsumen akan mengalami proses transaksi yang lebih cepat dari sebelumnya. Dalam kasus jalan tol, misalnya, transaksi non tunai seharusnya bisa mengurangi tingkat kemacetan di setiap gerbang tol," ungkap Musa Emyus, Ketua Komunitas Transportasi Indonesia (KTI) dalam keterangan tertulis yang diterima KONTAN.co.id, Senin (2/10).


Selain itu, penyelenggara juga diharapkan bisa lebih transparan soal keuangan dalam pengelolaan transportasi dan penyedia fasilitas transportasi publik. Sebab, dapat mendorong pencatatan transaksi yang lebih pasti dan masuk dalam sistem perbankan.

"Tanpa transparansi, sistem transportasi akan terus dibayang-bayangi inefesiensi yang akan berujung pada korupsi dan salah urus penyelenggaraan transportasi,"tulisnya.

Selain itu, khusus untuk wilayah DKI Jakarta transaksi ini diharapkan tidak hanya berlaku di ruas jalan tol melainkan semua rute transportasi publik yang dilalui TransJakarta dan moda transportasi umum non TransJakarta. Maka, KTI pun berharap pemerintah segera mengintegrasikan seluruh sistem transportasi publik di DKI Jakarta pada akhir tahun ini.

Komunitas Transportasi Jakarta Indonesia (KTI) memiliki beberapa catatan soal meluasnya transaksi non tunai dalam sistem transportasi bagi pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan para pihak yang berkepentingan dengan sistem transportasi aman, murah, cepat, dan nyaman.

Pertama, gerakan pembayaran non tunai telah dicanangkan oleh Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus D.W Martowardojo pada 14 Agustus 2014 di Jakarta. Gerakan ini bertujuan untuk memudahkan aktifitas perekonomian yang dilakukan oleh masyarakat.

Namun dalam perkembangan terbarunya, regulator sistem pembayaran, yakni Bank Indonesia, mengenakan biaya atas kegiatan isi ulang uang elektronik sehingga gerakan non tunai berpotensi mengalami kemunduran. “Mestinya masyarakat diberikan insentif agar gerakan non tunai terus meluas, bukan membebani konsumen dengan biaya,” katanya.

Kedua, meningkatkan terus sistem pembayaran non tunai dengan sistem digital yang lebih mudah dan efisien. Antara lain dengan membuka kemungkinan penggunaan sistem pembayaran non tunai selain yang dikelola oleh perbankan. Pembayaran non tunai dengan penyelenggara fintech pembayaran lokal non bank merupakan suatu keniscayaan dalam sistem transportasi, antara lain dengan teknologi QR (quick response) code melalui setiap smartphone.

Ketiga, pemerintah pusat dan pemerintah DKI Jakarta perlu segera menerapkan sistem pembayaran non tunai dalam konsep transportasi publik terintegrasi, yang mengintegrasikan bus trans Jakarta dengan bus dan angkutan non Transjakarta di berbagai tempat di Jakarta.

Penggunaan sistem transportasi terintegrasi di Jakarta di angkutan non TransJakarta saat ini belum berjalan dengan baik karena tidak sepenuhnya memakai sistem pembayaran non tunai yang terintegrasi antara konsumen, regulator sistem (yakni pemerintah DKI Jakarta), dan penyedia angkutan.

Keempat, penggunaan sistem pembayaran non tunai dalam sistem transportasi terintegrasi seharusnya tidak berhenti sekadar bertujuan untuk efisiensi proses bisnis, tetapi perlu ditujukan lebih dari itu. Yakni untuk mengawasi pemberian subsidi pemerintah DKI Jakarta terhadap semua jenis angkutan umum yang masuk dalam sistem transportasi terintegrasi.

Kelima, dalam pelaksanaan sistem transportasi terintegrasi dengan biaya Rp 5.000 per orang per perjalanan, sebagaimana janji Gubernur baru DKI Jakarta Anies Baswedan, Pemda DKI tetap wajib memberikan akses kepada masyarakat miskin yang tidak memiliki akses perbankan agar tetap menikmati layanan dan sarana transportasi publik.

Sebab semua lapisan masyarakat harus tetap bisa mengakses layanan transportasi yang nyaman dan aman dan murah karena hal itu merupakan hajat hidup masyarakat yang telah dijamin oleh Undang-Undang Dasar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto