KTNA minta industri pakan membina petani jagung



JAKARTA. Upaya Kementerian Pertanian (Kemtan) memfasilitasi kerjasama antara petani jagung dengan industri pemakai jagung direspons positif oleh Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA). KTNA menilai kerjasama ini dapat menjadi solusi permanen mengelola tataniaga pangan yang selama ini rantainya terlalu panjang.

Ketua KTNA Winarno Tohir mengatakan, adanya kemitraan ini akan memberikan kepastian pasar dan jaminan harga yang menguntungkan petani. Pemerintah telah menetapkan harga acuan jagung di tingkat petani Rp 3.150 per kilogram (kg) dan di konsumsen Rp 2.650-Rp 2.750 per kg.

Winarno bilang, industri pakan ternak juga wajib membina petani sehingga produksinya berkualitas. Lanjutnya, kebijakan Kemtan menekan impor jagung dapat dimanfaatkan petani dan industri untuk membangun dan meningkatkan produksi jagung lokal yang lebih berkualitas.


Ia bilang, Januari-Juli 2016, impor jagung telah turun 56%. Karena itu, ia yakin, kalau kebijakan dan program pembatasan impor jagung saat ini mendorong pengembangan produksi lokal, dan tidak ada lagi impor jagung mulai tahun depan.

"Jadi tidak benar kalau ada yang menganggap kerjasama antara petani jagung dan industri pakan ternak tidak mendorong peningkatan produksi jagung lokal, justru ini membuka pasar permanen bagi petani jagung," ujarnya, Jumat (23/9).

Ia menjelaskan, secara sistemik, Kemtan telah menyusun roadmap pembangunan pertanian komoditas jangka panjang. Pada dokumen tersebut disebutkan secara jelas, pada 2017 tidak ada impor beras, jagung, cabai dan bawang merah. Lalu, 2019 tidak impor gula konsumsi, tahun 2025 tidak impor gula industri, 2027 tidak impor daging sapi dan bahkan pada 2045 ditargetkan menjadi lumbung pangan dunia.

Guna mewujudkan roadmap jangka panjang, beberapa kebijakan strategis yang ditempuh. Pertama, merevisi regulasi yang menghambat. Kedua, membangun infrastruktur irigasi 3,2 juta hektar, cetak sawah dan mekanisasi secara besar-besaran alat dan mesin minimal 80 ribu unit per tahun. Ketiga, memperkuat sistem budidaya dan pasca panen. Keempat, penataan tata niaga pangan, dan kelima, mengendalikan impor dan mendorong ekspor.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dupla Kartini