KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Puncak kegiatan Presidensi G20 Indonesia dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Bali tinggal menghitung hari. Forum kerja sama 20 ekonomi utama dunia tersebut dijadwalkan berlangsung tanggal 15-16 November 2022. Bukan suatu hal yang mudah bagi Indonesia untuk mengomandoi negara-negara anggota G20. Apalagi di tengah pandemi Covid-19 yang masih belum reda, ditambah perang Rusia dan Ukraina yang tak kunjung menunjukkan tanda-tanda usai. Serta, bayang-bayang resesi yang akan mengancam pertumbuhan ekonomi global pada 2023. Namun, di tengah kondisi sulit ini, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengonfirmasi kedatangan para pemimpin negara G20 di KTT Bali. Dari 20 negara G20, kata Presiden Jokowi, tinggal tiga negara yang belum melakukan konfirmasi kehadiran.
Baca Juga: Mayoritas Inflasi Para Anggota G20 Mendidih, Negara di Luar Kelompok Itu Pun Bersiap “Tinggal 3 yang belum (konfirmasi hadir). Nanti akan saya telepon untuk mengonfirmasi kedatangan beliau-beliau,” ujar Presiden usai meninjau Indo Defence 2022 Expo & Forum yang digelar di JIEXPO Kemayoran, Jakarta, Rabu (2/11/2022). Kepala Negara mengaku bersyukur atas konfirmasi kehadiran dari 17 pemimpin negara G20 di Bali nanti. Apalagi, saat ini dunia berada pada situasi yang tidak normal. Dorong Pemulihan Ekonomi Global Dalam krisis multidimensional ini, negara-negara anggota G20 memiliki kekuatan politik dan ekonomi mendorong pemulihan ekonomi global. Untuk itu, sebagai Presidensi G20, Indonesia mengusung semangat pulih bersama dengan tema
“Recover Together, Recover Stronger". Tema ini diangkat guna mencari jalan keluar atau solusi pemulihan dunia. Presiden Jokowi menyebut bahwa bukan saatnya bagi negara-negara untuk menonjolkan rivalitas atau membuat ketegangan baru yang mengganggu pemulihan dunia. Presiden meyakini, tidak ada satu negara pun yang bisa bangkit sendirian. Menurutnya, kebangkitan satu kawasan akan membangkitkan kawasan yang lainnya. Sebaliknya, keruntuhan satu kawasan akan ikut meruntuhkan kawasan yang lainnya. "Saat ini semua pihak harus menghentikan rivalitas dan ketegangan. Kita harus fokus untuk bersinergi, untuk berkolaborasi menyelamatkan dan membangkitkan dunia tempat kita hidup untuk segera bangkit kembali, pulih kembali," ungkapnya. Sebagai catatan, Presidensi Indonesia fokus pada tiga sektor prioritas yang dinilai menjadi kunci bagi pemulihan yang kuat dan berkelanjutan, yaitu: Penguatan arsitektur kesehatan global, transformasi digital, serta transisi energi. Berlandaskan prinsip inklusivitas, Presidensi Indonesia turut mengundang negara-negara tamu dan organisasi internasional (
invitees) untuk turut berpartisipasi. Dalam berbagai kesempatan, Presiden Joko Widodo menekankan bahwa inklusivitas ini adalah prioritas kepemimpinan Indonesia di G20, untuk mewujudkan
“leave no one behind". Baca Juga: Menlu: Presiden Jokowi Terima Banyak Permintaan Pertemuan Bilateral di KTT G20 Visinya adalah Presidensi G20 yang bermanfaat bagi semua pihak, termasuk negara berkembang, negara pulau-pulau kecil, serta kelompok rentan, dan tidak hanya demi kepentingan anggota G20 itu sendiri. Untuk itu, Indonesia pun memberikan perhatian besar kepada negara berkembang di Asia, Afrika, Amerika Latin, termasuk negara-negara kepulauan kecil di Pasifik dan Karibia. Selain refleksi
spirit of inclusiveness, hal ini juga memberikan representasi yang lebih luas kepada G20. Terdapat 9 negara undangan pada Presidensi G20 Indonesia, yaitu Spanyol, Ketua Uni Afrika, Ketua the African Union Development Agency-NEPAD (AU-NEPAD), Ketua Association of Southeast Asian Nations (ASEAN), Belanda, Singapura, Persatuan Emirat Arab, Ketua The Caribbean Community (CARICOM), dan Ketua Pacific Island Forum (PIF). Selain itu, terdapat juga 10 organisasi internasional undangan, yaitu Asian Development Bank (ADB), Financial Stability Board (FSB), International Labour Organization (ILO), International Monetary Fund (IMF), Islamic Development Bank (IsDB), Organization for Economic Cooperation and Development (OECD), World Bank, World Health Organization (WHO), World Trade Organization (WTO), dan United Nations (UN). Di dalam G20 terdapat dua pilar pembahasan, yaitu pilar keuangan yang disebut Finance Track dan yang kedua adalah pilar Sherpa Track yang membahas isu-isu ekonomi dan pembangunan nonkeuangan. Setiap pilar dimaksud memiliki kelompok kerja yang disebut Working Groups. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati berharap, puncak pertemuan KTT G20 Bali bisa meredam gejolak ekonomi global, sehingga dampaknya tidak akan memengaruhi pemulihan ekonomi di sejumlah negara anggota G20. “Kita berharap G20 tingkat pimpinan negara bisa memberikan satu tensi dari global yang bisa diturunkan sehingga pemulihan ekonomi dan ekonomi global yang masih sangat dihadapkan dengan ketidakpastian tinggi bisa jauh lebih menurun. Kalau kepastiannya jadi lebih kuat, karena tantangan ekonomi sendiri akan sangat kompleks,” tutur Sri Mulyani.
Baca Juga: Berikut Warisan yang Ditinggalkan Indonesia dari Keketuaan G20 Dalam G20, juga terdapat
Engagement Groups, yaitu 10 kelompok komunitas berbagai kalangan profesional, yang mengangkat berbagai topik pembahasan. Setiap kelompok
Engagement Group memiliki peran penting bagi pemulihan global, terutama melalui gagasan konkrit dan rekomendasi kebijakan yang tepat sasaran untuk para pemimpin G20. Presidensi G20 Indonesia menjadwalkan lebih dari 180 rangkaian kegiatan utama, termasuk pertemuan
Engagement Groups, Pertemuan
Working Groups, Pertemuan Tingkat Deputies / Sherpa, Pertemuan Tingkat Menteri, hingga Pertemuan Tingkat Kepala Negara (KTT) di Bali nanti. Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi mengungkapkan, G20 adalah forum yang membahas masalah keuangan ekonomi pembangunan, namun tidak dapat dipungkiri persoalan geopoliik bakal turut menjadi perhatian. “Walaupun G20 ini adalah forum membahas masalah keuangan ekonomi pembangunan, kita tak bisa menyekat tidak ada pembahasan geopoliik di dalam G20,” tuturnya. Manfaat Strategis Presidensi G20 bagi Indonesia Selain mendorong stabilitas dunia, lewat berbagai kegiatan G20 yang digelar sepanjang tahun tersebut, tentu terdapat banyak manfaat strategis dari Presidensi G20. Potensi ini dapat diukur dari aspek ekonomi, politik luar negeri, maupun pembangunan sosial. Pertama, Presidensi G20 diharapkan dapat berdampak langsung bagi perekonomian, melalui peningkatan penerimaan devisa negara. Pasalnya, lebih dari 20 ribu delegasi internasional diperkirakan akan hadir kepada pertemuan yang akan diselenggarakan di berbagai daerah di Indonesia. Pengalaman sebelumnya pada Presidensi Turki, Argentina, Tiongkok, dan Jepang menunjukkan adanya dampak positif ke dalam negeri. Tercatat jumlah kunjungan delegasi internasional mencapai lebih dari 13 ribu. Diperkirakan juga bahwa setiap KTT G20 menghasilkan pemasukan lebih dari US$ 100 juta atau Rp 1,4 Triliun kepada
host country. Kedua, sebagai Ketua G20, Indonesia dapat mendorong kerja sama dan menginisiasi hasil konkret pada ketiga sektor prioritas, yang strategis bagi pemulihan. Ini adalah momentum bagi Indonesia untuk memperoleh kredibilitas atau kepercayaan dunia, dalam memimpin pemulihan global. Dalam diplomasi dan politik luar negeri, kredibilitas adalah modal yang sangat berharga. Ketiga, Presidensi G20 menjadi momentum untuk tunjukkan bahwa
"Indonesia is open for business". Akan terdapat berbagai
showcase atau
event yang menampilkan kemajuan pembangunan Indonesia, dan potensi investasi di Indonesia.
Baca Juga: KADIN Sebut B20 Indonesia Punya Legacy Program dan Daya Tarik Investasi Diharapkan hal ini berpeluang menciptakan multiplier effect bagi perekonomian daerah karena berkontribusi bagi sektor pariwisata, akodomasi (perhotelan), transportasi, dan ekonomi kreatif, serta UMKM lokal. “Penciptaan dukungan untuk ekonomi yang inklusif dan pemberdayaan UMKM serta kelompok ekonomi marginal merupakan
breakthrough tersendiri dari B20 Indonesia,” terang Shinta Widjaja Kamdani, Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia, sekaligus Ketua Forum Bisnis (B20) dalam Presidensi G20. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Handoyo .