KTT Pengobatan Tradisional yang Pertama Resmi Diadakan oleh WHO



Obat Tradisional - NEW DELHI. Untuk pertama kalinya WHO mengadakan KTT pengobatan tradisional pada hari Kamis (17/8) di New Delhi, India. KTT ini bertujuan untuk menunjukkan bahwa pengobatan tradisional memiliki manfaat nyata terhadap kesehatan.

"Obat-obatan tradisional adalah pertolongan pertama bagi jutaan orang di seluruh dunia. Pertemuan di India menyatukan para pembuat kebijakan dan akademisi untuk memobilisasi komitmen politik dan tindakan berbasis bukti terhadap penggunaan obat tradisional," kata WHO dalam pernyataannya.

KTT Global Pengobatan Tradisional WHO diadakan selama dua hari di kota Gandhinagar, India. Acara ini digelar bersamaan dengan pertemuan para menteri kesehatan G20.


Kepala penelitian WHO, John Reeder, mengatakan bahwa pemanfaatan lmu pengobatan tradisional harus dilakukan dengan standar ketat seperti bidang kesehatan lainnya.

Baca Juga: Ambang Batas Hipertensi menurut WHO, Berbeda dengan Anggapan Umum

Atas dasar itu, Reeder menyarankan para peneliti untuk merumuskan metodologi baru untuk membuktikan efektivitas pengobatan tradisional secara holistik dan kontekstual.

Sejalan dengan itu, kepala WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus juga melihat bahwa pengobatan tradisional mampu mengurangi kesenjangan pada akses kesehatan asalkan digunakan dengan benar.

"Pengobatan tradisional dapat mengurangi kesenjangan akses perawatan kesehatan, asalkan digunakan secara tepat, efektif, dan berdasarkan bukti ilmiah," ungkapnya di hadapan para peserta KTT.

KTT Global Pengobatan Tradisional WHO dirancang untuk menjadi acara tahunan sebagai langkah lanjutan dari pembukaan Pusat Pengobatan Tradisional Global WHO tahun lalu di negara bagian Gujarat, India.

Baca Juga: WHO Pantau Virus Corona Tipe EG.5 yang beredar di Amerika Serikat dan China

Butuh Pengawasan dan Regulasi

WHO sampai saat ini mendefinisikan pengobatan tradisional sebagai pengetahuan, keterampilan, dan praktik yang digunakan dari waktu ke waktu untuk menjaga kesehatan.

Di dalamnya, WHO mengakui bahwa cara tradisional tersebut juga mampu mencegah, mendiagnosis, dan mengobati penyakit fisik dan mental.

Sayangnya banyak perawatan tradisional tidak memiliki pembuktian ilmiah. Aktivis konservarsi juga menyayangkan banyaknya praktik pengobatan tradisional yang memanfaatkan hewan langka seperti harimau, badak dan trenggiling.

Dari 194 negara anggota WHO, 170 negara mengakui penggunaan obat tradisional dan komplementer sejak 2018, tapi hanya 124 dari mereka yang memiliki undang-undang atau peraturan untuk penggunaan obat herbal.

WHO mengatakan bahwa sekitar 40% dari produk farmasi yang disetujui dan digunakan saat ini berasal dari bahan alami, namun mereka juga percaya hal yang alami tidak selalu aman.

"Alami tidak selalu berarti aman, dan penggunaan selama berabad-abad bukanlah jaminan kemanjuran. Oleh karena itu, metode dan proses ilmiah harus diterapkan untuk memberikan bukti kuat yang diperlukan," ungkap WHO.