Kualitas Aset Membaik, Perbankan Ramai-Ramai Pangkas Biaya Provisi untuk Jaga Kinerja



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Biaya dana yang melonjak akibat suku bunga tinggi telah membuat perbankan menjalankan strategi efisiensi untuk menjaga kinerja keuangan tetap tumbuh. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan menurunkan biaya impairment atau provisi sejalan dengan adanya perbaikan kualitas aset.

Hal tersebut tercermin dari biaya provisi bank per Juli 2024 yang rata-rata mencatatkan penurunan. Kondisi tersebut pun membuat beban operasional bank mampu turun dan membuat pertumbuhan laba bank.

Ambil contoh, PT Bank CIMB Niaga Tbk (BNGA) yang mencatat biaya provisi per Juli 2024 senilai Rp 760,04 miliar. Angka tersebut mengalami penurunan yang cukup signifikan mencapai 46,19% secara tahunan (YoY).


Dengan adanya penurunan tersebut, setidaknya CIMB Niaga masih bisa menjaga pertumbuhan laba sebesar 5,3% YoY menjadi Rp 3,88 triliun. Padahal, pendapatan bunga bersih yang dicatatkan CIMB Niaga pada periode tersebut turun 3,48% YoY menjadi Rp 7,19 triliun.

Presiden Direktur CIMB Niaga Lani Darmawan membenarkan bahwa penurunan strategi untuk semakin mengefisienkan biaya provisi memang dilakukan. Dengan catatan, CIMB Niaga perlu menjaga agar kualitas aset yang dimiliki tetap baik.

Baca Juga: Tren Pengetatan Likuiditas Perbankan Belum Berakhir

"Kami tidak jor-joran di pertumbuhan kredit karena biaya dana masih tinggi sehingga kualitas kredit akan jadi challenging," ujar Lani, Rabu (11/9).

Ia pun memproyeksikan efisiensi biaya provisi ini akan bertahan setidaknya hingga akhir tahun. Hal tersebut dilakukan sembari bank mengatur agar Net Interest Margin (NIM) bank tidak semakin tergerus.

Kondisi serupa terjadi juga pada PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) yang mencatatkan adanya penurunan biaya provisi sekitar 26,55% YoY. Nilainya dari sekitar Rp 1,58 triliun turun menjadi Rp 1,16 triliun.

Meski melakukan efisiensi biaya provisi, BCA sejatinya masih mampu mencatatkan pertumbuhan pendapatan bunga bersih. Di mana, pertumbuhannya mencapai 8,58% YoY menjadi Rp 43,95 triliun.

EVP Corporate Communication & Social Responsibility BCA Hera F. Haryn pun menegaskan dalam menjalankan strategi dan kegiatan bisnis, BCA menerapkan prinsip kehati-hatian di setiap aspek operasional perusahaan agar sejalan dengan profil risiko yang telah ditetapkan oleh manajemen.

Dengan demikian, kualitas aset tetap terjaga dengan cadangan aset keuangan yang memadai dalam mengantisipasi dinamika risiko bisnis yang dapat berdampak negatif kepada BCA. Hal tersebut tergambar dalam  asio NPL coverage sebesar 190,2% dan LAR coverage sebesar 71,2% pada semester I/2024. 

"BCA terus menerapkan disiplin manajemen risiko dan mengedepankan prinsip kehati-hatian secara disiplin dalam penyaluran kredit, sehingga kualitas kredit tetap terjaga," ujar Hera.

 
BBCA Chart by TradingView

Kondisi efisiensi biaya provisi juga terjadi pada bank pelat merah. Misalnya, PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) yang mencatatkan penurunan beban provisi mencapai 50.65% YoY menjadi Rp 1,12 triliun.

Hanya saja, Direktur Manajemen BTN Setiyo Wibowo melihat penurunan biaya provisi ini bukanlah sebuah strategi. Sebab, kondisi tersebut bukan yang bakal terjadi secara jangka panjang.

"Biaya provisi sedikit turun karena seasonality saja di semester 1, saya proyeksikan akan naik di semester 2 karena meningkatnya nilai write off," ujar Setiyo.

Lebih lanjut, Setiyo bilang BTN bakal melakukan write off di separuh kedua tahun ini sekitar Rp 1,5 triliun hingga Rp 2 triliun. Oleh karenanya, perlu biaya provisi yang menjaga rasio pencadangan tetap di kisaran 150%.

"NPL sampai akhir tahun diproyeksikan akan di bawah 3%," tambahnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Anna Suci Perwitasari