KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kualitas kredit perbankan makin membaik meski tren bunga sedang tinggi. Perbaikan kualitas kredit tersebut tercermin dalam beberapa rasio kualitas kredit yang menunjukkan tren penurunan dalam beberapa bulan terakhir. Terlebih, untuk rasio
Loan at Risk (LaR) yang menggambarkan potensi kegagalan pembayaran dari pihak yang meminjam dana. Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, bilang rasio LaR perbankan menunjukkan tren penurunan menjadi sebesar 10,27% pada Juli 2024 dari bulan sebelumnya 10,51%.
Baca Juga: Rancangan Peraturan OJK Tentang Perizinan dan Kelembagaan Dana Pensiun Sedang Digodok Jika ditarik lebih jauh, rasio LaR perbankan ini sudah cukup rendah jika dibandingkan posisi akhir Desember 2023 di 10,94% dan posisi Juli 2023 yang masih di level 12,59%. “Rasio LaR tersebut juga mendekati level sebelum pandemi yaitu sebesar 9,93% pada Desember 2019,” ujar Dian, Jumat (6/9). Untuk rasio
Non Performing Loan (NPL) sendiri, Dian mengungkapkan NPL gross perbankan berada pada level 2,27% per Juli 2024, naik tipis dari bulan sebelumnya 2,26%. Meski demikian, jika dilihat dari posisi sama tahun lalu, NPL gross juga sudah turun hingga 24 basis poin. “Kualitas kredit tetap terjaga,” tambahnya. Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, menambahkan bahwa data-data yang ada dalam sektor jasa keuangan tidak terpengaruh dengan adanya deflasi maupun penurunan jumlah kelas menengah yang terjadi akhir-akhir ini.
Baca Juga: OJK Beri Sanksi pada 19 Multifinance dan 21 Fintech Lending di Agustus 2024 Lebih lanjut, Mahendra berharap tidak akan terjadi dampak yang signifikan dan berharap pertumbuhan di sektor jasa keuangan maupun tentu juga ekonomi secara umum dapat tetap terjaga baik. “Pemerintah dan juga dalam hal ini kami di OJK terus melakukan berbagai rangka untuk mengantisipasi kemungkinan dampak-dampak yang kurang baik antara lain tentu kita ingin terus mengupayakan terjaganya daya beli masyarakat,” tambahnya. Sementara itu, Direktur Keuangan PT Bank Negara Indonesia Tbk, Novita Widya Anggraini, mengungkapkan bahwa kalau di BNI, perbaikan NPL terjadi berkat adanya akselerasi di kredit yang memiliki segmen risiko kredit rendah. Dalam hal ini, segmen kredit korporasi. Maklum, saat ini kredit korporasi menjadi segmen yang berkontribusi besar mencapai 55% dari total kredit yang dimiliki BNI. Rasio NPL nya pun kini berada di level 1%.
Baca Juga: OJK Jatuhkan 173 Sanksi Kepada Perusahaan Asuransi, Reasuransi hingga Dana Pensiun “Jadi kalau tahun lalu itu NPL korporasi di 1,2%, di tahun ini kita berhasil menjaga NPL hanya di 1% dan tentunya ini juga terefleksi dari NPL secara total yang juga membaik tahun lalu 2,5% dan tahun ini hanya 2%,” ujar Novita. Hanya saja, ia menyadari bahwa saat ini ada tekanan kualitas kredit menurun di kredit segmen UKM yang secara industri juga mengalami hal sama. Namun, ia melihat dampaknya tak akan besar karena portofolio UKM hanya 11% atau sekitar Rp 80 triliun. Ia menambahkan pihaknya juga secara independen memberikan atau melakukan analisa untuk mengevaluasi kualitas dari kredit di segmen tersebut. “Hasil analisa kami yang terakhir, dari Rp 80 triliun tersebut itu memang masih ada porsi yang
high risk dan masih bisa dicadangkan dengan provisi yang cukup,” tambahnya.
Baca Juga: Sampai Juli, OJK Sebut 7 Perusahaan Pembiayaan Belum Penuhi Ekuitas Minimum Senior Vice President Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Trioksa Siahaan berpendapat perbaikan kualitas kredit yang terjadi saat ini kemungkinan karena utilisasi proyek-proyek menjelang berakhirnya pemerintahan lama. Alhasil, ia melihat industri tetap perlu berjaga-jaga dengan adanya potensi kembali ada kenaikan NPL. Sebab, menurutnya perbaikan yang terjadi saat ini belum tentu bertahan lama. “Hal-hal yang tetap perlu diantisipasi adalah daya beli masyarakat dan faktor global seperti memanasnya tensi geopolitik,” tandasnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Khomarul Hidayat