Kuartal I 2017, impor gandum turun 18,9%



JAKARTA. Tingkat impor gandum terus mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya. Berdasarkan data yang dirilis Badan Pusat Statistik, hingga kuartal I 2017, total jumlah impor gandum hanya berkisar 2,36 juta ton atau turun 18,9% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yakni berkisar 2,9 juta ton.

Penurunan tersebut didorong oleh berkurangnya permintaan impor untuk industri pakan yang berkurang hingga 99,3% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Pada kuartal I tahun ini, impor gandum untuk industri pakan hanya sebesar 6.248 ton. Sementara impor gandum untuk industri makanan naik sebesar 13,1% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Di sisi lain, pada kuartal I tahun ini juga terdapat impor gandum untuk trader sebesar 264,839 ton atau naik 55,1% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

"Saat ini permintaan gandum tersebut tidak hanya untuk industri makanan, tetapi juga untuk industri pakan dan trader," jelas Franky Welirang ketua Umum Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (Aptindo) kepada KONTAN, Sabtu (29/7).


Sementara itu, Adhi Lukman, Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) berpendapat, permintaan impor gandum untuk pakan ternak mengalami peningkatan karena larangan pemerintah atas impor jagung. Alhasil, banyak industri yang menggantikan jagung sebagai pakan ternak.

Adhi juga menjelaskan, kebutuhan gandum untuk industri hanya meningkat 0,01% dibandingkan tahun lalu. Hingga semester I tahun ini, kebutuhan gandum untuk industri hanya berkisar 3 juta ton.

"Sebetulnya untuk pangan, pertumbuhannya normal-normal saja sesuai dengan pertumbuhan industri makanan dan minuman. Berarti hanya sekitar 3 jutaan ton, dan tahun lalu juga hanya sebesar itu," jelas Adhi.

Adhi juga mengakui, saat ini terdapat kenaikan harga untuk komoditas gandum. Meski begitu, hal tersebut tidak berpengaruh terhadap penjualan industri. "Tergantung, kalau kenaikannya tidak terlalu drastis tapi industri makanan dan minuman cenderung tidak menaikkan harga atau bertahan. Kenaikan harga pangan memang sensitif terhadap harga penjualan. Sehingga kita memang lebih condong mempertahankan harga bila memang masih tertutupi," terang Adhi.

Hingga akhir tahun, baik Franky dan Adhi memperkirakan permintaan impor gandum akan tumbuh sebesar 5%, atau hanya berkisar 9 juta ton. "Sewajarnya, permintaan terigu memang akan terus mengalami pertumbuhan. Rata-rata permintaan untuk gandum itu memang tumbuh 5%," jelas Franky.

Franky mengemukakan, hingga saat ini Australia merupakan negara penyuplai gandum terbesar untuk Indonesia. Selain Australia terdapat Kanada, Amerika, dan Rusia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie