Kuartal II, Perekonomian Jepang Merosot



TOKYO. Jepang, ternyata tak cukup kuat menghadapi gempuran perlambatan ekonomi dunia. Negara dengan perekonomian kedua terbesar dunia itu mengalami kontraksi ekonomi pada kuartal lalu. Pemicunya yakni turunnya ekspor dan berkurangnya anggaran belanja konsumen. Dus, hal itu membuat Negeri Matahari Terbit mengalami resesi ekonomi pertama dalam enam tahun terakhir.

Berdasarkan laporan yang dirilis hari ini, ekonomi Jepang merosot 0,6% dari kuartal I yang mengalami pertumbuhan sebesar 0,8%. Selain itu, menurut salah satu anggota kabinet Jepang di Tokyo, angka Produk Domestik Bruto (PDB) juga merosot 2,4% dalam tiga bulan yang berakhir 30 Juni lalu. Padahal, pada kuartal pertama, angka PDB meningkat 3,2%. Memang, sebelumnya, para ekonom sudah memprediksikan hal itu.

Indikasi lain melambatnya perekonomian Jepang dapat dilihat dari penurunan tingkat ekspor sebesar 2,3%, paling tajam sejak resesi tahun 2001-2002. Demikian pula dengan tingkat impor yang turun 2,8%. “Perekonomian sepertinya akan mengalami penurunan tahun ini karena melemahnya permintaan, baik dari Eropa maupun Asia. Perekonomian Jepang memburuk,” kata Hiromichi Shirakawa, ekonom Credit Suisse Tokyo.


Nah, faktor-faktor tadi yang menyebabkan perekonomian Jepang tidak sehebat sebelumnya. Walhasil, itu juga berdampak pada beberapa perusahaan besar di Negeri Sakura. Toyota Motor Corp, misalnya. Minggu lalu, produsen mobil terbesar Jepang itu melaporkan adanya penurunan pendapatan terparah dalam lima tahun yang disebabkan merosotnya angka penjualan di A.S. Selain itu, Japan Airlines Corp juga berencana memangkas gaji karyawan karena tingginya beban operasional.

Tidak sampai di situ saja, tingginya harga minyak dan pangan yang sempat menembus angka tertinggi menyebabkan rendahnya daya beli masyarakat. Daya beli konsumen, yang memberikan kontribusi lebih dari separuh perekonomian, turun 0,5% dari kuartal sebelumnya. Padahal, pemerintah menargetkan adanya pertumbuhan daya beli masyarakat sebesar 0,6%. “Adanya kenaikan pada harga membuat konsumen lebih berhemat,” kata Menteri Ekonomi dan Kebijakan Fiskal Kaoru Yosano, hari ini. Mandeknya perekonomian dan inflasi gila-gilaan menjadi dilema buat Bank of Jepang (BOJ). Menurut ekonom yang disurvei Bloomberg pada bulan lalu, kemungkinan besar, BOJ akan tetap menahan tingkat suku bunganya pada level 0,5% hingga akhir tahun.

Rencananya, Perdana Menteri Yasuo Fukuda mau merilis gambaran tolak ukur perekonomian bulan ini, untuk membantu perusahaan dan rumahtangga  mengatasi tingginya harga energi.

Catatan saja, Jepang merupakan negara ketiga di antara perekonomian negara Kelompok 7 alias G7 yang mengalami kemerosotan tahun ini. Sebelumnya, dua negara lain yang mengalami hal serupa adalah Kanada dan Italia.  

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie