KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja PT Bank Bukopin Tbk di kuartal III 2018 lebih baik ketimbang kuartal sebelumnya. Hal ini terlihat dari laba sebelum pajak Bank Bukopin yang meningkat menjadi Rp 393 miliar atau naik 12,96% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Jika dilihat dari sisi laba setelah pajak, perusahaan ini mencatatkan kenaikan sebesar 63,61% secara
year on year (yoy) dari Rp 200 miliar menjadi Rp 327 miliar. Menurut Direktur Keuangan dan Perencanaan Bukopin Rachmat Kaimuddin, tuntasnya reorganisiasi perusahaan dan proses
rights issue turut menopang pertumbuhan laba perusahaan.
Tak hanya itu, faktor penyebab laba bisa tumbuh signifkan salah satunya juga karena adanya efisiensi. Terbukti, rasio beban operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO) Bukopin menurun sebanyak 1,05% menjadi 94,67%. Di samping itu, adanya rekomposisi dana pihak ketiga (DPK) dengan lebih mendorong dana murah alias CASA guna menekan biaya dana. "Kalau laba (sebelum pajak) naik kira-kira 13%. Kami lakukan efisiensi, BOPO turun, kualitas kredit membaik, DPK juga komposisinya lebih baik sehingga biaya dana juga turun, itu faktor signifikan," ujarnya di Jakarta, Selasa (16/10). Namun, bila dirujuk lebih dalam, pertumbuhan kredit pada kuartal III 2018 terbilang melambat. Sebab, Rachmat menilai tahun ini pihaknya tengah fokus melakukan konsolidasi atau perbaikan kualitas kredit maupun aset. Hasilnya per akhir September 2018 lalu pihaknya mencatatkan kredit menurun sebesar 5,66% secara yoy dari Rp 70,99 trilun menjadi Rp 66,97 triliun. "Tahun ini kami fokus konsolidasi, kami lakukan perbaikan. Posisi kami saat ini memang sudah cukup kuat. Ke depan kami akan terus melakukan perbaikan kualitas aset dan coba fokus ke kredit yang resikonya rendah," imbuhnya. Memang, bila melihat pada posisi rasio kredit bermasalah atau
non performing loan (NPL). Bank bersandi emiten BBKP ini mencatatkan peningkatan NPL secara tahunan secara
gross sebesar 0,53% menjadi 5,62% di kuartal III 2018. NPL
net juga meningkat tipis sebanyak 15 basis poin (bps) menjadi sebesar 3,76% di kuartal ketiga tahun ini. Namun, pihaknya mengatakan bila dibandingkan dengan kuartal sebelumnya posisi ini sudah jauh menurun. Misalnya saja NPL
gross pada Juni 2018 cenderung cukup tinggi mencapai 6,84%. Sementara secara
net juga sempat menyentuh 4,39% di bulan Juni 2018 lalu. Walau NPL terbilang tinggi, Direktur Konsumer Bukopin Rivan A. Purwantono mengatakan, posisi ini sudah termitigasi oleh perseroan. Alasannya, hampir seluruh debitur bermasalah Bukopin memiliki
fix asset alias ada jaminan yang cukup kuat. Di samping itu, Bukopin juga sudah menyusun upaya penekanan NPL antara lain dengan melakukan restrukturisasi, penagihan, hingga penjualan jaminan. "Kami sudah lihat di semester I dan II untuk resikonya, indikasinya sudah terlihat dan bisa kami cegah. Jadi, tidak kaget," tuturnya. Nah, Bukopin memproyeksi sampai dengan akhir tahun setidaknya rasio NPL mampu ditekan hingga ke level 3,09% secara net. Sementara untuk NPL gross, perusahaan akan mengupayakan agar dapat ditekan ke bawah 5%.
Rivan menambahkan, secara nominal NPL Bukopin memang disumbang dari segmen komersial. Namun, untuk jumlah debitur kebanyakan berasal dari nasabah ritel dan UMKM dengan sektor penyumbang NPL terbanyak berasal yakni perdagangan. Alih-alih melakukan perbaikan kualitas aset, Bukopin tetap memasang target optimis dari segi laba dan kredit tahun ini. Setidaknya, Rachmat menyebut untuk laba di akhir tahun pihaknya yakin dapat meraup sebesar Rp 400 miliar sampai Rp 500 miliar. Sementara kredit dipatok masih bisa tumbuh secara outstanding sebesar Rp 1,5 triliun sampai Rp 2,5 triliun menjadi berkisar antara Rp 68,47 triliun hingga Rp 69,47 triliun dengan memakai asumsi pencapaian di bulan September 2018 lalu. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Narita Indrastiti