KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) kembali mencuat menjelang pemilihan Umum. Obligor Sjamsul Nursalim menduga kasus ini menjadi sebuah alat politik untuk mencari modal. Kuasa hukum Sjamsul Nursalim Maqdir Ismail mengatakan, dirinya merasa curiga lantaran kasus ini kembali digoreng ketika event-event tertentu. Dia melanjutkan, hal itu terasa setiap kali menjelang pergantian pemerintahan atau baru ganti Pemerintahan.
“Kita sebagai orang yang cukup rasional ada beberapa event tertentu byang orang justru mencoba mendekati orang-orang supaya bisa terhubung seperti itu boleh
gak kita curiga. apakah ini ada urusan pemerintah cari modal
gak tau ini yang saya rasakan,” katanya saat di temui di Jakarta, Rabu (25/7). Dia menjelaskan, kalau pun ada yang meminta uang untuk modal, tidak akan di hadapannya. Namun dia mengetahui ada orang-orang tertentu sibuk mencoba mendekati kliennya. “Hal itu Agar supaya bisa terhubung. Nah kalau seperti ini boleh ga kita curiga? Boleh kan manusiawi, itulah di antaranya yang paling terasa dan kemudian satu hal lagi,” tambahnya. Di sisi lain, menurut Otto Hasibuan kuasa Hukum Sjamsul Nursalim mengatakan, fakta yang mengatakan bahwa setiap pemilu kasus ini muncul. “Dari zaman pemerintahan pak Harto, Habibie, Gus Dur, Megawati dan pak SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) sampai pak Jokowi sekarang,” ujarnya. Namun, menurutnya, hal ini selalu menjadi pertanyaan mengapa kasus yang terjadi 20 tahun yang lalu tidak pernah selesai. Menurutnya, dalam prinsip hukum kasus tersebut harus ada akhirnya.
“Melihat kasus ini sebenarnya pemerintah dan masyarakat harus melihat seandainya ini diberlakukan kepada kita bagaimana,” ucapnya. Asal tahu saja, kasus BLBI ini telah memasuki tahap persidangan. Syafruddin, yang merupakan eks Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional, didakwa melakukan korupsi yang merugikan negara Rp 4,58 triliun. Jaksa KPK juga menyebut Sjamsul Nursalim turut diperkaya dari perbuatan Syafruddin Arsyad Temenggung. Perbuatan itu disebut memperkaya Sjamsul sebesar Rp 4,58 triliun. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto