JAKARTA. Pasangan calon presiden dan calon wakil presiden Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dianggap tak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan gugatan terkait hasil Pemilu Presiden 2014 ke Mahkamah Konstitusi. Pendapat itu dilontarkan tim kuasa hukum Joko Widodo-Jusuf Kalla dalam persidangan kedua perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Jumat (8/8). Kuasa hukum Jokowi-JK, Sirra Prayuna menjelaskan, pada 22 Juli 2014, Prabowo secara tegas telah menyatakan menarik diri dari proses pilpres. Pernyataan itu dianggap Sirra memberikan implikasi secara hukum karena Prabowo menarik diri di hari pengumuman hasil penghitungan resmi yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).
"Pernyataan Prabowo yang menolak pelaksanaan pilpres dan menarik diri dari proses yang berlangsung tentu berimplikasi hukum," kata Sirra, saat memberikan keterangan mewakili Jokowi-JK sebagai pihak terkait. Meski demikian, kata Sirra, Prabowo-Hatta seperti melupakan pernyataannya sendiri dan melepaskan diri sebagai subjek hukum dengan melayangkan gugatan PHPU ke MK. Padahal, menurut Sirra, Prabowo-Hatta tak lagi memiliki kedudukan hukum dan tak berhak mengajukan gugatan. "Pemohon (Prabowo-Hatta) tidak lagi memiliki legal standing untuk mengajukan gugatan ke MK. Gugatannya juga tidak jelas dan kabur, maka MK harus menolak seluruh permohonannya," ucap Sirra. Dalam permohonannya, Prabowo-Hatta menyatakan penetapan rekapitulasi hasil penghitungan suara Pilpres 2014 tidak sah menurut hukum. Alasannya, Jokowi-JK dinilai memeroleh suara melalui cara-cara yang melawan hukum atau setidak-tidaknya disertai dengan tindakan penyalahgunaan kewenangan oleh KPU. Selanjutnya, dalam perbaikan permohonan setebal 197 halaman yang diserahkan Kamis (7/8) siang, tim hukum Prabowo-Hatta mendalilkan bahwa Pilpres 2014 cacat hukum dengan berbagai alasan. Salah satunya adalah perbedaan jumlah daftar pemilih tetap (DPT) faktual sebagaimana hasil rekapitulasi KPU pada 22 Juli 2014 dengan SK KPU No 477/Kpts/KPU/13 Juni 2014.
Selain itu, Prabowo-Hatta juga menduga KPU beserta jajarannya melanggar peraturan perundang-undangan terkait pilpres. Di antaranya UU Nomor 42/2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, UU Nomor 15/2011 tentang Penyelenggara Pemilu, Peraturan KPU Nomor 5, Nomor 18, Nomor 19, dan Nomor 20, serta Peraturan KPU Nomor 21/2014 tentang Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara dan Penetapan Hasil Serta Penetapan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden. Prabowo-Hatta meminta MK menyatakan batal dan tidak sah keputusan KPU Nomor 535/Kpts/KPU/2014 tentang Penetapan Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara dan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden 2014. Setelah itu, Prabowo-Hatta meminta MK menyatakan perolehan suara yang benar adalah yang dicantumkan dalam berkas gugatan, yakni pasangan Prabowo-Hatta dengan 67.139.153 suara dan pasangan Jokowi-JK dengan 66.435.124 suara. (Indra Akuntono) Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto