JAKARTA. Pengurus Partai Persatuan Pembangunan (PPP) kubu Romahurmuziy menganggap Muktamar VIII PPP yang digelar di Hotel Sahid, Jakarta, dan menetapkan Djan Faridz sebagai ketua umim adalah ilegal dan tidak sah. Ada banyak alasan yang dijadikan argumentasi oleh pengurus PPP kubu Romahurmuziy terkait penilaian tersebut. Wakil Sekretaris Jenderal PPP versi Muktamar VIII PPP Surabaya, Amirul Tamim menjelaskan, kepengurusan DPP PPP yang dipimpin Romahurmuziy telah disahkan oleh Menteri Hukum dan HAM pada 28 Oktober 2014 lalu.
Surat Keputusan Menhuk dan HAM itu diklaim sebagai tanda berakhirnya dualisme kepemimpinan DPP PPP. "Kalau ada pihak lain yang mengatasnamakan diri sebagai DPP PPP itu dinyatakan ilegal," kata Amirul, dalam konferensi pers, di Jakarta, Minggu (2/11/2014). Ia menuturkan, DPP PPP hasil Muktamar VIII Surabaya telah mendaftarkan kepengurusannya ke Kemhuk dan HAM pada 17 Oktober 2014 dan memenuhi persyaratan beberapa hari sesudahnya. Keputusan Menhuk dan HAM itu dinilai telah sesuai dengan ketentuan UU Nomor 2/2008 tentang Partai Politik pasal 23 ayat (3) yang memberikan tenggat waktu tujuh hari bagi menteri untuk mengesahkan perubahan struktur kepengurusan hasil forum tertinggi partai politik. Amirul menjabarkan sembilan alasan yang menjadi dasar penilaiannya bahwa Muktamar VIII PPP yang digelar di Hotel Sahid adalah ilegal. Yang
pertama, materi yang digunakan sebagai dasar pembahasan sidang-sidang komisi adalah materi yang dikirimkan oleh Suyadharma Ali dan panitia muktamar bentukannya, bukan materi yang disiapkan oleh Pengurus Harian DPP PPP masa bakti 2014-2019, sebagaimana Amar Putusan Mahkamah Partai tanggal 11 Oktober 2014.
Kedua, terhitung sejak 28 Oktober 2014, DPP PPP masa bakti 2011-2014 telah berhenti dan karenanya seluruh persidangan muktamar di Hotel Sahid batal demi hukum.
Ketiga, Muktamar PPP di Hotel Sahid tidak memenuhi kuorum karena hanya dihadiri oleh 6 pengurus Dewan Pimpinan Wilayah yang terdiri dari delapan orang Ketua/Sekretaris DPW. Alasan
keempat, Muktamar PPP di Hotel Sahid bertentangan dengan Amar Kelima Putusan Mahkamah Partai tanggal 11 Oktober 2014 karena undangan hanya ditandatangani oleh Ketua OC Ahmad Farial dan Ketua SC Zainut Tauhid Sa'adi yang pada 29 Oktober 2014 telah mengundurkan diri. Selain itu, Muktamar PPP di Hotel Sahid juga tidak dihadiri Ketua Majelis Syariah KH Maimun Zubair.
Lima, terhitung sejak 28 Oktober 2014 telah terjadi perubahan nomenklatur organisasi PPP tingkat kabupaten/kota dari semula Dewan Pimpinan Cabang menjadi Dewan Pimpinan Daerah.
Keenam, Djan Faridz dipilih menjadi Ketua Umum PPP secara aklamasi dengan mengabaikan aspirasi peserta muktamar yang menolak pemilihan secara aklamasi. Sidang juga dipimpin oleh Habil Marati yang menurut putusan Mahkamah Partai tanggal 11 Oktober 2014 bukan pengurus harian. Berikutnya,
ketujuh adalah muktamar PPP di Hotel Sahid juga hanya dihadiri 4 dari 39 anggota Fraksi PPP, yaitu Epyardi Asda, Achmad Dimyati Natakusuma, Irna Narulita, dan Wardatul Asriah. Dengan demikian, Muktamar PPP di Hotel Sahid tidak memiliki keterkaitan sama sekali dengan keberadaan Fraksi PPP DPR RI.
Kedelapan, Muktamar PPP di Hotel Sahid juga hanya dihadiri 11 dari 54 Pengurus Harian DPP PPP masa bakti 2014-2019.
Terakhir, Muktamar PPP di Hotel Sahid juga tidak memiliki Surat Tanda Terima Pemberitahuan (STTP) baik dari Mabes Polri, Polda Metro Jaya, maupun Polres Jakarta Pusat. "Karenanya, seluruh kegiatan di (Muktamar) Sahid yang mengatasnamakan PPP tidak pernah dikenal dalam agenda dan kalender organisasi kepolisian sebagai atas nama PPP," ujar Amirul. (Indra Akuntono) Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Sanny Cicilia