JAKARTA. Sektor industri pengolahan terutama industri tekstil dan pengolahan kayu mendapat tantangan kian berat di masa mendatang dari segi pembiayaan dari bank berupa kredit. Hasil survei perbankan yang digelar oleh Bank Indonesia (BI) setiap kuartal mencatat, bank masih menghindari pemberian kredit baru di sektor tersebut. Alasannya, permintaan luar negeri terhadap produk di sektor tekstil masih lemah. "Ketatnya persaingan dengan produk tekstil impor akan meningkatkan potensi terjadinya kredit macet," jelas BI dalam publikasi hasil survei perbankan terbaru yang dikutip KONTAN, Rabu (13/10).Adapun di sektor pengolahan kayu, para bankir sangsi memberikan kredit baru karena menilai sektor tersebut memiliki keterbatasan bahan baku. Selain itu, sektor pengolahan kayu juga bakal mendapat tantangan terkait semakin gencarnya upaya pemerangan pembalakan liar alias illegal logging.Meski demikian, secara umum, para bankir menaruh optimisme cukup besar terkait penyaluran kredit baru di sisa tahun ini. "Bankir berekspektasi bahwa penyaluran kredit baru di kuartal empat ini akan naik meski melambat dibandingkan kuartal kemarin, yakni dengan perkiraan pertumbuhan mencapai 6% quarter to quarter," jelas BI. Risiko penyaluran kredit yang dinilai semakin membaik, menjadi faktor pendukung terus melajunya mesin kredit bank. Keyakinan para bankir ini masih perlu ditunggu realisasinya. Mengingat, laporan terakhir BI tentang penyaluran kredit perbankan justru mencatat adanya penurunan. Sampai pekan lalu, pertumbuhan kredit year to date mencapai 14,68% atau 21,86% year on year. "Turun 1,4% dibandingkan pekan lalu, sehingga outstanding kredit perbankan mencapai Rp 1.640,36 triliun," kata Kepala Humas BI Difi A. Johansyah.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Kucuran kredit di sektor kayu dan tekstil seret
JAKARTA. Sektor industri pengolahan terutama industri tekstil dan pengolahan kayu mendapat tantangan kian berat di masa mendatang dari segi pembiayaan dari bank berupa kredit. Hasil survei perbankan yang digelar oleh Bank Indonesia (BI) setiap kuartal mencatat, bank masih menghindari pemberian kredit baru di sektor tersebut. Alasannya, permintaan luar negeri terhadap produk di sektor tekstil masih lemah. "Ketatnya persaingan dengan produk tekstil impor akan meningkatkan potensi terjadinya kredit macet," jelas BI dalam publikasi hasil survei perbankan terbaru yang dikutip KONTAN, Rabu (13/10).Adapun di sektor pengolahan kayu, para bankir sangsi memberikan kredit baru karena menilai sektor tersebut memiliki keterbatasan bahan baku. Selain itu, sektor pengolahan kayu juga bakal mendapat tantangan terkait semakin gencarnya upaya pemerangan pembalakan liar alias illegal logging.Meski demikian, secara umum, para bankir menaruh optimisme cukup besar terkait penyaluran kredit baru di sisa tahun ini. "Bankir berekspektasi bahwa penyaluran kredit baru di kuartal empat ini akan naik meski melambat dibandingkan kuartal kemarin, yakni dengan perkiraan pertumbuhan mencapai 6% quarter to quarter," jelas BI. Risiko penyaluran kredit yang dinilai semakin membaik, menjadi faktor pendukung terus melajunya mesin kredit bank. Keyakinan para bankir ini masih perlu ditunggu realisasinya. Mengingat, laporan terakhir BI tentang penyaluran kredit perbankan justru mencatat adanya penurunan. Sampai pekan lalu, pertumbuhan kredit year to date mencapai 14,68% atau 21,86% year on year. "Turun 1,4% dibandingkan pekan lalu, sehingga outstanding kredit perbankan mencapai Rp 1.640,36 triliun," kata Kepala Humas BI Difi A. Johansyah.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News