Kunjungan ke pusat perbelanjaan mulai naik, ini dampaknya ke perusahaan ritel



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perbaikan kinerja perusahaan ritel saat bulan Ramadan dan jelang Lebaran tahun ini juga terasa pada peritel di pusat perbelanjaan. Ini terjadi karena mal kembali dipadati pengunjung meski belum seramai kondisi normal. 

Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) mencatat, ada peningkatan kunjungan ke pusat perbelanjaan, meski secara umum untuk periode Januari-Maret 2021 rata-rata tetap masih berada di bawah 50%.

Ketua Umum APPBI Alphonzus Widjaja memperkirakan, tingkat kunjungan dan penjualan pada bulan Ramadan dan Idul Fitri tahun ini akan lebih tinggi dibandingkan tahun lalu. Tapi, tidak akan terjadi kenaikan yang signifikan hingga ke level normal sebelum pandemi.


Dalam catatan APPBI, tingkat kunjungan ke pusat perbelanjaan saat Ramadan-Lebaran tahun lalu hanya naik sekitar 20% dibandingkan hari biasa. Padahal dalam kondisi sebelum pandemi selalu di atas 50%.

Baca Juga: Fitch Ratings beri peringkat BB untuk surat utang yang akan diterbitkan Pakuwon Jati

Alphon memproyeksikan, tingkat kunjungan ke pusat perbelanjaan pada Ramadan-Lebaran tahun 2021 akan meningkat sekitar 30%-40% dibandingkan tahun lalu, atau dalam rentang 50% dibandingkan hari biasa. 

Di sisi lain, larangan mudik dapat menjadi peluang bagi pusat perbelanjaan di kota-kota besar seperti Jakarta, untuk mendapatkan kenaikan kunjungan. 

"Jika larangan mudik benar-benar dapat ditegakkan, maka tentunya masyarakat akan berdiam di kota dan berkunjung ke Pusat Perbelanjaan untuk mengisi liburan," jelas dia kepada Kontan.co.id, Rabu (21/4).

Dia menegaskan, kunjungan ke pusat perbelanjaan baru akan bergerak menuju normal setelah vaksinasi untuk masyarakat umum dilaksanakan. Alhasil, vaksinasi untuk masyarakat umum menjadi kunci pemulihan ritel di pusat perbelanjaan.

Adapun, pola belanja masyarakat saat ini masih mengutamakan kebutuhan pokok sehari-hari, lantaran daya beli yang masih belum pulih. Oleh sebab itu, ritel segmen makanan dan minuman cenderung lebih bertahan di masa pandemi.

"Selama pandemi sektor makanan dan minuman mencatat kinerja sekitar 50% lebih tinggi dari non makanan dan minuman," tutur Alphon.

Baca Juga: Tumbuh di awal tahun, ritel non-mamin optimalkan momen Ramadan dan Lebaran

Dihubungi terpisah, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal mengungkapkan, ritel segmen non-mamin memiliki variasi yang lebar. Mulai dari kategori fashion-aksesoris, elektronik, furniture dan alat kebutuhan rumah tangga, gadget hingga otomotif.

Setiap segmen memiliki faktor pendorong dan tingkat pemulihan yang berbeda. Kategori fashion-aksesoris akan tumbuh lebih cepat pada masa ramadan-lebaran dibandingkan barang durable goods lainnya. 

Faisal mengamini, penjualan pada Ramadan-Lebaran tahun ini bakal tumbuh lebih tinggi dibandingkan tahun lalu. Namun, belum akan mencapai level normal sebelum pandemi.

Model bisnis pun akan menentukan. Bagi peritel yang sudah mengoptimalkan penjualan secara online, akan pulih lebih cepat. Namun, untuk peritel grosir seperti di Pasar Tanah Abang, memulihkan tingkat penjualan di level normal masih menantang.

"Rata-rata tingkat penjualannya masih satu per sepuluh. Misalnya dulu bisa menjual 10 kodi, sekarang hanya 1 kodi," kata dia memberikan gambaran.

Yang juga mesti perhatikan, ramainya pengunjung pun tidak selalu berbanding lurus dengan meningkatnya tingkat penjualan. "Meski pengunjung terlihat ramai, bisa jadi yang beli masih sedikit karena masyarakat hanya ingin refreshing setelah lama melakukan pembatasan sosial dengan ketat," pungkas Faisal.

Selanjutnya: Saham-saham sektor ritel melesat sepanjang April, ini pendorongnya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Anna Suci Perwitasari