JAKARTA. Wakil Ketua Komisi VIII Ahmad Zainuddin meminta masyarakat memahami Kunjungan Kerja Komisi VIII ke Australia bukan untuk bermain-main. Kunjungan itu dilakukan Komisi VIII untuk mengoptimalkan pemanfaatan studi banding tentang penanganan fakir miskin. Selain itu mereka juga mempelajari berbagai hal yang menjadi tugas dan fungsi Komisi VIII yang terkait dengan masalah agama, sosial, bencana, pemberdayaan perempuan, dan perlindungan anak. Dengan gamblang Ahmad pun menjelaskan detail rincian waktu yang dilalui Komisi VIII di hari pertamanya.
Hari Rabu kemarin pukul 09.30 waktu Australia tim telah mendarat di bandara Sydney. “Lalu pada pukul 10.30 rombongan pun bertolak dari bandara tim langsung menuju ke tempat acara di distrik Auburn di Sydney bagian Barat,” papar Ahmad dalam rilisnya Kamis (28/4). Menurut politisi PKS itu, di hari yang sama pada pukul 12.00 – 15.00 Komisi VIII mengadakan pertemuan dengan anggota parlemen negara bagian New South Wales (NSW) Tony Issa dan pejabat pemerintah setempat Barbara. “Pertemuan dengan anggota parlemen ini merupakan bagian kesepakatan dengan Dubes Australia di Jakarta untuk mempertemukan tim kunjungan kerja dengan para anggota dewan yang sedang reses di dapilnya,” tegasnya. Dalam pertemuannya dengan Tony Issa yang merupakan anggota parlemen NSW dari daerah pilihan
district Auburn dan Granville itu membahas beberapa agenda. Di antaranya, pembahasan mengenai kebijakan pemerintah NSW dalam menangani
Unlucky-Australians dan
Indigenous (fakir-miskin). “Ternyata ada lembaga di bawah departemen FaHCSIA (Kemensos) yang disebut Centerlink yang menjadi muara semua program dan kebijakan yang digulirkan oleh berbagai departemen sehingga efektif dalam penanganan fakir-miskin,” tambahnya. Jelas menurut Ahmad hal tersebut berbeda dengan Indonesia. Di mana ada 19 kementerian dan lembaga yang menangani kemiskinan dengan total anggaran Rp 80 triliun. Tetapi, kenyataannya angka kemiskinan Indonesia tidak kunjung turun. Tak hanya itu, pembahasan dengan Tony juga membicarakan mengenai kebijakan pemerintah terhadap suku asli Aborigin. Di mana pemerintah tidak memberikan kebijakan dan perlakuan berbeda kepada mereka (Aborigin) dan bahkan banyak memberikan kemudahan-kemudahan. “Hasil diskusi masalah ini akan menjadi bahan komisi dalam membuat kebijakan dalam penanganan masyarakat adat terpencil yang menjadi bagian dari bidang kerja Komisi VIII,” tegasnya. Ketika pukul 15.30 – 18.00 tim Komisi VIII bertemu dengan Australian Federation of Islamic Councils (AFIC). AFIC merupakan federasi orang muslim se-Australia yang jumlah penduduk muslimnya sekitar 1 juta orang. Pertemuan tersebut membahas mengenai sikap dan kebijakan pemerintah terhadap agama minoritas. Lalu, pembahasan terkait sumber pendanaan sosial komunitas muslim. Di mana pemerintah memberikan hak anggaran dan pelayanan sosial yang sama kepada semua warga negara termasuk kepada komunitas muslim. Selain itu pemerintah juga memberikan izin untuk komunitas muslim Australia mencari sumber dana sosial sendiri.
AFIC juga menyampaikan berbagai masukan kepada Komisi VIII terkait berbagai permasalahan dengan MUI dalam hal sertifikasi halal. “Masukan-masukan penting tersebut akan menjadi bahan komisi dalam merumuskan RUU tentang Jaminan Produk Halal yang sedang dibahas dan akan dituntaskan segera setelah RUU Fakir Miskin dan RUU Zakat Infak Shodakoh,” tutupnya. Kemudian, 19.00 – 22.30 Komisi VIII melakukan pertemuan dengan Konsulat Jenderal (Konjen) RI di Sydney, beserta Perhimpunan Pelajar Indonesia Australia (PPIA) dan masyarakat Indonesia di Sydney. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Djumyati P.