Kunjungan Wisatawan Bisa Turun Imbas Kenaikan Tarif Pajak Hiburan 40%



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sektor pariwisata di Indonesia mesti bersiap-siap kehilangan kunjungan wisatawan baik wisatawan lokal maupun mancanegara (wisman) imbas kenaikan tarif pajak hiburan minimal 40%.

Tarif pajak hiburan tersebut tertuang dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU KHPD).

Merujuk Pasal 58 ayat 2, khusus tarif Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) atas jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa ditetapkan paling rendah 40% dan paling tinggi 75%. Namun, tarif PBJT tersebut akan ditetepkan lebih lanjut berdasarkan Peraturan Daerah (Perda).


Pengamat Pajak Center for Indonesia Tax Analysis (CITA) Fajry Akbar membandingkan tarif dalam UU HKPD khusus untuk sektor diskotik, bar, kelab malam, spa dan sejenisnya di Indonesia yang memang lebih tinggi jika dibandingkan dengan negara lain.

Di Thailand misalnya, diskotik dan sejenisnya hanya dikenakan dalam bentuk cukai dengan tarif 5%. Sementara di Malaysia masuk ke dalam service tax dengan tarif 6%.

Sementara di Filipina, mereka mengenakan dalam bentuk tarif pajak pertambahan nilai (PPN) yang lebih tinggi. Filipina menggunakan sistem tarif PPN multi tarif, yakni tarif standar PPN sebesar 12% dan diskotek/sejenisnya sebesar 18%.

Baca Juga: Pajak Hiburan Naik 40%, Sandiaga Uno Janji Tetap Berikan Insentif ke Pelaku Usaha

Menurut Fajry, kenaikan tarif pajak hiburan tersebut akan berdampak kepada sektor pariwisata di daerah. Pasalnya, kenaikan tarif ini akan berpotensi mengurangi kunjungan turis mancanegara lantaran mereka lebih memilih negara lain dengan tarif pajak yang lebih rendah.

"Dalam UU HKPD, kini ada batas tarif minimum sebesar 40%. Dahulu tidak ada. Alhasil, beberapa daerah akan mengalami kenaikan tarif yang cukup signifikan," ujar Fajry kepada Kontan.co.id, Rabu (10/1).

Misalnya saja di Kabupaten Badung yang merupakan pusat wisata di Bali akan mengalami kenaikan tarif pajak hiburan dari 15% menjadi 40%. Begitu pula dengan Jakarta, yakni dari 25% akan meningkat minimal 40%.

"Tentu kedua daerah yang mengalami kenaikan pajak tersebut akan terdampak. Kenaikan pajak ini bisa menaikan harga yang yang dibayarkan oleh konsumen dan/atau mengurangi keuntungan dari pemilik usaha," jelasnya.

Fajry bilang, dengan harga tiket ke luar negeri yang jauh lebih murah, maka kenaikan tarif pajak hiburan ini akan menjadi tantangan besar bagi para pelaku usaha.

Hal ini dikarenakan konsumen akan lebih memilih berlibur ke luar negeri dibandingkan di Indonesia. Akibatnya, para pelaku usaha juga berpotensi gulung tikar akibat sepinya konsumen.

"Sayangnya, UU HKPD ini baru berlaku. Jadi sulit untuk mengubah atau merevisinya lagi. Terlebih kita akan memasuki tahun pemilihan dan dengan anggota DPR yang baru," imbuh Fajry.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Khomarul Hidayat