KONTAN.CO.ID - BANJAR BARU. Kunjungan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti ke Jembrana, Bali mengungkapkan sejumlah isu mendasar yang masih dialami nelayan. Salah satunya adalah ketersediaan bahan bakar. "Nelayan mengeluh solar susah, padahal kan masa panen ikan terbatas. Nanti mungkin saya akan rapat konsolidasi meminta di musim panen ikan itu kecukupan solar harus dijaga," katanya dalam keterangan resmi, Kamis (11/10). Tak hanya perkara ketersediaan stok bahan bakar, Susi juga menerima aduan dari masyarakat mengenai harga ikan di musim panen yang turun drastis. Ikan tongkol misalnya, sebelum musim panen nelayan menjualnya dengan harga Rp15.000 per kilogram.
Namun, beberapa waktu belakangan hanya dihargai Rp9.000 per kilogram, bahkan Rp6.000 per kilogram untuk yang berukuran kecil. Menurutnya, harga itu terlalu rendah karena mestinya bisa bertahan di Rp15.000 per kg. Oleh karena itu,
business process pelelangan ikan harus dibenahi sebagaimana mestinya. Selama ini, proses pelelangan ikan yang seharusnya dilakukan secara terbuka masih dilakukan secara tertutup. "Sistem tertutup itu rawan kecurangan, manipulasi, dan kompromi. Jadi akhirnya harga ke nelayan sangat rendah. Solusinya kita memikirkan sistem pelelangan yang lebih baik, mengundang lebih banyak pembeli, atau kita membuat badan usaha pemerintah apakah BUMN, BUMD, atau koperasi yang dikelola pemerintah bersama masyarakat nelayan itu sendiri untuk menjadi seperti Bulog beras untuk menjaga batas harga bawah," katanya. Ia berpendapat, restrukturisasi pelelangan dan penampungan ikan perlu dilakukan agar para bakul ikan, pengusaha, ataupun tengkulak tak lagi bisa mempermainkan harga ikan dari para nelayan. Pelelangan ikan akan menjadi inisiatif untuk membuat harga ikan lebih kompetitif bagi nelayan dan memberikan kesempatan bagi semua pembeli untuk datang dan bisa beli. Memangkas monopoli. Tapi yang namanya bisnis selalu rawan kompromi, kongkalingkong, dan sebagainya. Tak kalah penting, masyarakat juga mengungkapkan perihal uang hasil penjualan ikan yang tidak dibayarkan langsung. Kadang nelayan baru menerima bayaran setelah 3 bulan. Untuk itu, Susi berencana menggandeng Perum Perindo dan PT Perinus untuk menanggulangi persoalan pembayaran tunai ini, karena menurutnya pembayaran tunai sangat dibutuhkan untuk memperbaiki ekonomi masyarakat. Senada dengan hal tersebut, Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Zulficar Mochtar mengatakan akan segera mencarikan solusi atas aduan nelayan sehingga mereka dapat merasakan manfaat ekonomi yang besar dari kelimpahan ikan di laut.
"Produksi perikanan Pengambengan tahun 2018 ini meningkat pesat dibanding tahun lalu, di mana per 26 September 2018 saja, sudah 55% lebih banyak dibandingkan total seluruh penangkapan ikan tahun 2017 yang didaratkan di Pengambengan. Oleh karena itu, manfaat ekonominya harus dimaksimalkan," ujarnya. Tak hanya tiga hal tersebut, KKP juga telah melakukan berbagai upaya lain untuk terus mendorong geliat bisnis perikanan yang menguntungkan nelayan kecil. KKP telah melakukan pengerukan 119.000 kubik dan memperdalam kolam pelabuhan sehingga memudahkan kapal-kapal untuk keluar masuk pelabuhan. KKP juga akan mengupayakan penambahan breakwater di mulut kolam sehingga dapat efektif mengantisipasi sedimentasi. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto