Kuota BBM Subsidi Ditambah, Pengembangan Kendaraan Listrik Dinilai Kian Lamban



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Langkah pemerintah menambah kuota BBM Subsidi Pertalite mengindikasikan komitmen setengah hati dalam pengembangan ekosistem kendaraan listrik. Pemerintah menetapkan kuota Pertalite sebesar 32 juta kiloliter (kl) pada tahun ini. Jumlah ini meningkat dari kuota tahun 2022 yang sebesar 29,91 juta kl.

Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto mengungkapkan, pengembangan kendaraan listrik harusnya menekan konsumsi BBM Subsidi.

"Kalau tidak terjadi penurunan yang signifikan dari konsumsi BBM maka mengindikasikan program kendaraan listrik belum berjalan efektif dan signifikan," kata Mulyanto kepada Kontan, Rabu (4/1).


Sementara itu, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengungkapkan, kenaikan permintaan BBM berpotensi terjadi seiring pencabutan PPKM oleh pemerintah. Untuk itu, perlu antisipasi agar kuota BBM Subsidi mencukupi.

Baca Juga: Kuota BBM Pertalite Tahun 2023 Dipastikan Meningkat Jadi 32 Juta Kl

Kendati demikian, peningkatan demand BBM ini pun menunjukkan peralihan menuju kendaraan listrik belum akan berjalan dalam waktu singkat.

"Calon pemilik kendaraan bermotor pasti akan cenderung membeli mobil berbahan bakar fosil," kata Bhima kepada Kontan, Rabu (4/1).

Menurutnya, kondisi ini makin dimungkinkan dengan ketersediaan SPBU yang lebih tinggi ketimbang ketersediaan SPKLU yang belum merata.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abra Talattov menjelaskan, penambahan kuota BBM memang cukup beralasan.

Secara historis, rata-rata pertumbuhan konsumsi BBM Subsidi tiap tahunnya ada di kisaran 7%. Penambahan ini menjadi kabar baik bagi masyarakat karena adanya kepastian kuota BBM Subsidi yang mencukupi.

Meski demikian, langkah penambahan kuota BBM Subsidi khususnya Pertalite dinilai menjadi sinyal inkonsistensi kebijakan.

"Mestinya kalau pemerintah mau konsisten, subsidi BBM ini kan harusnya segera direformasi dari yang terbuka menjadi lebih tertutup atau targeted," jelas Abra ketika dihubungi Kontan, Rabu (4/1).

Masih menurut Abra, penambahan kuota BBM Subsidi juga menunjukkan adanya ketidakselarasan kebijakan. Pemerintah tercatat tengah berupaya mendorong pemanfaatan kendaraan listrik. Sayangnya, kebijakan ini dinilai tidak selaras.

"Mestinya ketika ada niat mensubstitusi sebagian kendaraan fosil dengan kendaraan listrik itu tercermin dengan berkurangnya kuota (BBM Subsidi)," jelas Abra.

Menurutnya, dengan kondisi saat ini maka pemerintah menanggung risiko dari penambahan nilai subsidi dan kompensasi BBM serta risiko beban subsidi mobil listrik.

Ketua Badan Anggaran DPR RI Said Abdullah mengungkapkan, penambahan BBM Subsidi penting untuk dilakukan.

"Saya setuju pemerintah mencadangkan BBM Subsidi yang memadai," kata Said kepada Kontan, Rabu (4/1).

Baca Juga: Subsidi LPG 3 Kg Membengkak, Pemerintah Harus Kian Serius Menuju Subsidi Tertutup

Menurutnya, penambahan ini diperlukan untuk antisipasi eskalasi situasi geopolitik ke depannya.

Di sisi lain, pengembangan kendaraan listrik dinilai memang belum memadai sehingga tidak bisa serta merta menggantikan peran kendaraan berbahan bakar BBM.

Namun, Said mendorong agar pemanfaatan kendaraan listrik terus dilakukan.

"Ini pentingnya pemerintah memiliki peta jalan yang lebih progresif atas transformasi energi dari fosil ke energi hijau agar makin tahun ketergantungan kita terhadap BBM makin rendah," pungkas Said.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tendi Mahadi