Kuota impor daging kerbau di 2018 melonjak 81% dari realisasi 2017



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perum Bulog telah mendapatkan izin untuk mengimpor 100.000 ton daging kerbau pada tahun ini. Jumlah kuota izin impor tersebut melonjak lebih dari 81% dibandingkan total realisasi impor daging kerbau pada tahun 2017 yang hanya sebesar 55.000 ton.

Izin impor tersebut diberikan dengan alasan untuk menekan harga daging sapi dalam negeri yang saat ini masih relatif tinggi di kisaran Rp 120.000 per kilogram (kg). Kepastian izin impor daging kerbau asal India itu dikatakan oleh Direktur Pengadaan Perum Bulog Andrianto Wahyu Adi, akhir pekan lalu.

Andrianto mengakui, pihaknya telah mendapat izin dari Kementerian Perdagangan (Kemdag) untuk mengimpor 100.000 ton daging kerbau asal India tahun ini. Nantinya impor ini akan dilakukan secara bertahap menjelang bulan Ramadan dan Lebaran. "Sekarang kami dalam tahap menyiapkan dokumen perizinan dan mempersiapkan tender,"ujarnya ke KONTAN.


Peningkatakan jumlah impor daging kerbau tahun ini didasarkan pada evaluasi tahun 2017. Tahun lalu rata-rata permintaan dan penjualan daging kerbau mencapai 6.000–7.000 ton per bulan. Itu belum termasuk permintaan yang meningkat tajam saat bulan Ramadan, Lebaran, Natal, dan tahun baru

Menurut Andrianto, butuh waktu sekitar dua bulan untuk bisa mendatangkan daging kerbau dari India. Oleh karena itu, Bulog baru bisa mulai mengimpor daging kerbau impor menjelang bulan puasa. Untuk tahap pertama, perusahaan pelat merah ini akan mendatangkan sekitar 20.000 ton daging kerbau.

Bulog mempersiapkan anggaran sekitar Rp 1 triliun untuk penugasan impor daging kerbau itu. Menurut Andrianto, dana ini tidak untuk pembelian sekaligus, tapi diputar kembali setelah daging kerbau terjual di pasar. Hasil penjualan digunakan untuk pembelian tahap selanjutnya.

Pertumbuhan minim

Menurut Ketua Umum Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI) Teguh Boediyana, volume impor daging kerbau yang terus naik menandakan pemerintah gagal menaikkan populasi sapi dan kerbau dalam negeri. Upaya pemerintah mendorong kenaikan populasi sapi dan kerbau tidak sebanding dengan peningkatan kebutuhan dalam negeri.

Teguh mengatakan pertumbuhan populasi sapi dalam negeri beberapa tahun terakhir tergolong minim. Program inseminasi buatan yang dilakukan Kementerian Pertanian (Kemtan) tidak efektif menaikan populasi sapi.

Menurut Teguh, lonjakan pertumbuhan populasi sapi hanya terjadi pada tahun 2014. Program upaya khusus sapi indukan wajib bunting (Upsus Siwab) pada tahun itu berhasil meningkatkan populasi sebesar 16% yakni 12,6 juta ekor dari tahun 2013.

Namun program yang sama tidak berjalan efektif pada tahun-tahun setelahnya. Pada tahun 2015 kenaikan populasi sapi hanya 4,7%, tahun 2016 sebesar 3,7%, sementara tahun 2017 naik 3,7%.

Oleh karena itu Teguh mempertanyakan data realisasi kenaikan populasi tahun 2014 yang besar, karena tidak diikuti dengan tahun-tahun sesudahnya. Apalagi menurut perhitungan PPSKI, kenaikan populasi alamiah sapi dalam kondisi normal sekitar 5%. Angka itu dengan aumsi kelahiran sekitar 17% dan pemotongan 12% serta kematian pedet sekitar 2%.

Namun Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kemtan I Ketut Diarmita masih yakin program Upsus Siwab langkah tepat mendorong peningkatan populasi sapi dan kerbau. Sebab dengan program ini tingkat kebuntingan sapi tahun 2017 sebesar 63,08% dari target 3 juta ekor. "Kami upayakan terus bertambah," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Rizki Caturini