Kuota impor daging sapi menuai gugatan di WTO



JAKARTA. Kebijakan perdagangan Indonesia di sektor agribisnis disorot sejumlah negara. Dua kebijakan terakhir yang menuai gugatan di Organisasi Perdagangan Dunia atau World Trade Organization (WTO) adalah aturan pengetatan impor hortikultura dan pemberlakuan kuota impor daging sapi.

Melalui WTO, pemerintah Amerika Serikat menilai kebijakan kuota impor daging sapi Indonesia merugikan eksportir daging sapi Negeri Paman Sam. Selain pembatasan impor daging Indonesia, AS mengeluhkan pengetatan impor produk hortikultura oleh Indonesia. Negeri Barack Obama itu menilai kebijakan pengetatan impor tersebut merupakan bentuk dan upaya melindungi industri dalam negeri. Cara-cara seperti ini dinilai AS melanggar aturan WTO.

Tentu pemerintah Indonesia tak tinggal diam. Lihat saja, pemerintah sudah menyiapkan bahan menanggapi gugatan AS tersebut. Menteri Perdagangan Gita Wirjawan menyangkal tuduhan AS. Dia bilang pembatasan impor demi menjaga keamanan, kesehatan, dan keselamatan (KONTAN, 12 Januari 2013).


Selain AS, tiga negara lagi yang segera mengajukan gugatan yang sama ke WTO adalah Australia, Selandia Baru, dan Kanada.

Juan Permata Adoe, Wakil Ketua Bidang Industri Pengolahan Makanan dan Peternakan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, menilai, gugatan AS tak lepas dari penghentian impor daging sapi pada 2012.

Pada April tahun lalu, pemerintah Indonesia secara resmi menghentikan sementara impor daging sapi dari AS. Alasannya, penyakit sapi gila telah terdeteksi di California.

Selama ini, kebijakan impor Indonesia berdasarkan basis negara (country-based), bukan basis wilayah (zone-based). Sehingga impor produk hewani hanya bisa dilakukan dari negara yang bebas penyakit mulut dan kuku (PMK).

Sikap Indonesia soal pembatasan impor hortikultura juga sama, demi menjaga keamanan, kesehatan dan keselamatan. Pemerintah perlu mengatur impor hortikultura demi melindungi produksi hortikultura domestik. Ketua Umum Asosiasi Perbenihan Hortikultura Indonesia, Afrizal Gindow, mengatakan, pasca pengaturan impor hortikultura, permintaan benih hortikultura dalam negeri naik.

Dia memprediksi, ada kenaikan permintaan benih 15%. Harga benih hortikultura nasional juga naik 7%-10%.

Menurut dia, salah satu penyebab sulit bersaingnya produk buah-buahan maupun sayuran lokal adalah minimnya ketersediaan benih unggul yang bisa mempengaruhi kuantitas dan kualitas hasil panen.

Produsen benih hortikultura masih kewalahan memenuhi permintaan benih yang terus naik. Permintaan ditaksir mencapai 13.000 ton, namun hanya bisa dipenuhi maksimal 7.000 ton.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sandy Baskoro