JAKARTA. Kuota impor garam konsumsi (iodisasi) yang dikeluarkan Kementerian Perdagangan (Kemdag) periode 1 Januari sampai dengan 31 Juni 2010 tidak terserap seluruhnya. Dari alokasi sebesar 157.500 ton, impor garam baru sebesar 99.500 ton. Dus, masih ada 62.950 ribu ton garam lagi kuota yang belum terserap. Dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, izin impor garam yang belum terserap sebanyak 2.746 ton dari izin impor sebanyak 117.500 ton. Saat ini, Kemdag belum mendapatkan adanya pengajuan izin baru atau adanya permintaan perpanjangan izin impor dari Kementerian Perindustrian (Kemprin).Hanya saja, beberapa waktu lalu pengusaha garam meminta agar pemerintah mengetatkan pengawasan terhadap pasar garam agar importir garam bisa dikontrol. Direktur Utama Direktur Utama PT Garam Slamet Untung Irredenta mengharapkan, Kemdag melakukan perubahan kebijakan dengan cara mengatur ulang lagi tata cara pemberian izin impor."Sebaiknya izin impor garam itu hanya diberikan ke BUMN (Badan Usaha Milik Negara)," kata Slamet. Menurutnya, jika izin untuk importir terdaftar (IT) garam diberikan secara terbuka kepada perusahaan mana saja, maka pemerintah akan sulit melakukan pengawasan dan kontrol terhadap kinerja impor maupun distribusinya."Kalau yang mendapatkan IT tersebut adalah BUMN, maka pengawasan dan pelaporanya semua jelas," kata Slamet.Sejumlah petani garam tak menampik pernyataan Slamet. Mereka bilang, IT garam yang mestinya mengimpor garam untuk industri, namun yang diusung ternyata garam untuk konsumsi. Ujung-ujungnya, harga garam konsumsi di dalam negeri terkoreksi.Belakangan, produksi garam dalam negeri terganggu akibat curah hujan yang masih tinggi di daerah sentar garam seperti di Madura, Cirebon dan Indramayu.**Impor garam konsumsi2009; dari kuota 117.500 ton, yang tidak terserap 2.746 ton 2008; dari kuota 200.000 ton, yang tidak terserap 111.500 ton 2007; dari kuota 202.500 ton, yang tidak terserap 11.327 ton 2006; dari kuota 172.700 ton, yang tidak terserap 25.721 ton Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Kuota Impor Garam Konsumsi Sisa 62.950 Ton
JAKARTA. Kuota impor garam konsumsi (iodisasi) yang dikeluarkan Kementerian Perdagangan (Kemdag) periode 1 Januari sampai dengan 31 Juni 2010 tidak terserap seluruhnya. Dari alokasi sebesar 157.500 ton, impor garam baru sebesar 99.500 ton. Dus, masih ada 62.950 ribu ton garam lagi kuota yang belum terserap. Dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, izin impor garam yang belum terserap sebanyak 2.746 ton dari izin impor sebanyak 117.500 ton. Saat ini, Kemdag belum mendapatkan adanya pengajuan izin baru atau adanya permintaan perpanjangan izin impor dari Kementerian Perindustrian (Kemprin).Hanya saja, beberapa waktu lalu pengusaha garam meminta agar pemerintah mengetatkan pengawasan terhadap pasar garam agar importir garam bisa dikontrol. Direktur Utama Direktur Utama PT Garam Slamet Untung Irredenta mengharapkan, Kemdag melakukan perubahan kebijakan dengan cara mengatur ulang lagi tata cara pemberian izin impor."Sebaiknya izin impor garam itu hanya diberikan ke BUMN (Badan Usaha Milik Negara)," kata Slamet. Menurutnya, jika izin untuk importir terdaftar (IT) garam diberikan secara terbuka kepada perusahaan mana saja, maka pemerintah akan sulit melakukan pengawasan dan kontrol terhadap kinerja impor maupun distribusinya."Kalau yang mendapatkan IT tersebut adalah BUMN, maka pengawasan dan pelaporanya semua jelas," kata Slamet.Sejumlah petani garam tak menampik pernyataan Slamet. Mereka bilang, IT garam yang mestinya mengimpor garam untuk industri, namun yang diusung ternyata garam untuk konsumsi. Ujung-ujungnya, harga garam konsumsi di dalam negeri terkoreksi.Belakangan, produksi garam dalam negeri terganggu akibat curah hujan yang masih tinggi di daerah sentar garam seperti di Madura, Cirebon dan Indramayu.**Impor garam konsumsi2009; dari kuota 117.500 ton, yang tidak terserap 2.746 ton 2008; dari kuota 200.000 ton, yang tidak terserap 111.500 ton 2007; dari kuota 202.500 ton, yang tidak terserap 11.327 ton 2006; dari kuota 172.700 ton, yang tidak terserap 25.721 ton Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News