Kuota impor Santori terealisasikan



JAKARTA. Permintaan daging sapi yang tinggi mendorong sejumlah perusahaan penggemukan atau feedloter berlomba-lomba segera merealisasikan jumlah impor sapi bakalan yang telah mereka dapat. Perusahaan penggemukan sapi yang telah menyelesaikan kuota impornya untuk kuota sapi bakalan pada kuartal I-2012 adalah PT Santosa Agrindo (Santori) dan anak usahanya Austasia Stockfeed.

Perusahaan peternakan anak usaha PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JPFA) ini pada Februari 2013 lalu telah merealisasikan seluruh kuota impor sapi bakalan sebanyak 6.100 ekor sapi. "Impor seluruhnya sudah kita lakukan," kata Dayan Antoni, Head of Government Relation and Business Development Santosa Agrindo.

Kuota impor sapi bakalan sebesar 6.100 ekor pada kuartal I-2013 menjadi bagian dari total impor Santori tahun ini yang mencapai 31.000 ekor. Namun, total alokasi impor sapi bakalan anak usaha Japfa ini tidak sebanding dengan total kapasitas kandang sapi milik perusahaan yang mencapai 120.000 ekor per tahun.


Menurut Dayan, dengan realisasi impor kuartal I-2013 tersebut, maka saat ini jumlah stok sapi bakalan impor perusahaannya mencapai 9.800 ekor. Dari jumlah itu sebanyak 3.700 ekor sapi sudah siap dipotong. Nah untuk  kuartal II-2013, Santori telah memperoleh alokasi impor  sapi bakalan sekitar 40% total kuota atau sekitar 12.400 ekor sapi bakalan.

Kekurangan pasokan sapi bakalan tidak hanya diderita kandang-kandang Santori di Lampung yang khusus menggemukkan sapi bakalan impor. Sebab, perusahaan ini juga memiliki fasilitas kandang penggemukan khusus sapi lokal yang terletak di Jawa Timur.

Dayan mengatakan, kandang penggemukan sapi lokal di Jawa Timur memiliki  kapasitas 15.000 ekor. Dari kapasitas tersebut, stok sapi yang berada di Jawa Timur saat ini mencapai 8.500 ekor. Di Serang Banten, Santori juga memiliki satu unit Rumah Potong Hewan (RPH) kelas A dengan standar internasional.

Khawatir sistem lelang

Santori adalah salah satu perusahaan anggota Asosiasi Produsen Daging dan Feedlot Indonesia (Apfindo) yang telah merealisasikan seluruh kuota impor sapi bakalan pada kuartal I-2012. Menurut Johny Liano, Direktur Eksekutif Apfindo, hingga akhir Februari 2013, 80% kuota impor sapi bakalan kuartal I-2013  telah terealisasi.

Apfindo mendapatkan kuota impor sapi bakalan sebanyak 57.000 ekor sapi, Johny yakin pihaknya akan bisa merealisasikan seluruh kuota sebelum  batas waktu yang ditentukan yaitu Maret 2013.

Kuota impor kuartal I-2013 mencapai 21% total impor sapi bakalan seluruh tahun ini. Secara keseluruhan, tahun ini pemerintah memberikan jatah impor sapi bakalan 267.000 ekor atau setara 48.000 ton daging sapi dan daging beku sebanyak 32.000 ton.

Menurut Johny, harga realisasi sapi bakalan impor berada di kisaran US$ 3 per kilogram (kg) berat hidup. Bila ditambah biaya transportasi dan akomodasi lain maka sampai di kandang penggemukan mencapai US$ 3,2 per kg berat hidup.

Persoalan harga inilah, yang menurut Dayan, dikhawatirkan dalam pelaksanaan sistem lelang impor daging sapi seperti yang diwacanakan pemerintah. Menurut dia, wacana lelang sapi bakalan dan sapi beku membingungkan pengusaha. Oleh karena itu, dia meminta uji publik sebelum kebijakan dilakukan. "Pemerintah harus melibatkan kami dalam pembahasan," kata Dayan.

Kekhawatiran soal harga terkait fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dolar. Menurut Dayan, kurs rupiah sangat penting karena sapi bakalan merupakan produk musiman dan riskan terhadap perubahan harga.

Dayan juga mempertanyakan jaminan konsistensi hukum terhadap perusahaan yang melakukan lelang. "Bila  perusahaan menjual sapi yang digemukan di atas harga yang telah disepakati, bagaimana?," katanya. Berbeda jika pemerintah yang akan membeli sapi hasil penggemukan.

Dia mengaku selama ini mahal tidaknya  harga sapi ditentukan efisiensi dari perusahaan penggemukan. Dayan bilang, harga sapi bakalan dan ongkos ekspor dari negara asal sudah terbentuk lama.

Dayan sendiri mengaku, alokasi impor yang dilakukan seperti sekarang sudah baik karena disesuaikan kapasitas kandang termasuk apakah ada integrasi dengan rumah potong hewan (RPH).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Uji Agung Santosa