KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah harus berpacu untuk memutuskan kebijakan terkait anggaran subsidi energi dan kompensasinya. Maklum, kenaikan harga minyak dunia dan volume konsumsi yang terus membengkak berpotensi membuat anggaran subsidi jebol. Bahkan, kini, kuota BBM subsidi hampir habis terpakai. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, dari kuota Pertalite yang dialokasikan sebesar 23 juta kilo liter di tahun ini, hingga akhir Juli 2022 volumenya sudah habis terpakai hingga 16,4 juta kilo liter. Sehingga saat ini hanya tersisa 6,6 juta kilo liter yang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat dan diperkirakan akan habis pada akhir September 2022.
Sri Mulyani, dari anggaran subsidi energi yang ditetapkan Rp 502 triliun untuk tahun ini, jika menggunakan asumsi ICP US$ 100 per barel, dengan nilai tukar Rp 14.450 per dolar AS, maka harga pertalite sebesar Rp 14.450 per liter.
Baca Juga: Soal BBM Subsidi, Ada 3 Skenario yang Disiapkan Pemerintah, Apa Saja? Sehingga SPBU menjual Pertalite Rp 7.650 per liter, dan pemerintah memberikan subsidi sebesar Rp 6.800 per liter. “Jadi kita nombok Rp 6.800 per liter ke Pertamina. Itulah yang disebut subsidi dan kompensasi,” tutur Sri Mulyani saat Rapat Kerja dengan Komite IV DPD RI, Kamis (25/8). Begitupun dengan solar, saat ini telah harganya mencapai Rp 18.150 per liter. Sementara Pertamina menjualnya dengan harga Rp 5.150 per liter. Padahal Sri Mulyani bilang, dengan asumsi ICP dan nilai tukar rupiah yang sama, maka harga keekonomian solar harusnya sekitar Rp 13.950. Sehingga ada selisih sekitar Rp 8.300 per liter yang harus dijamin pemerintah lewat kompensasi kepada Pertamina. Adapun volume kuota solar dialokasikan mencapai 15,1 juta kilo liter, dan hingga Juli 2022 volume konsumsinya sudah terserap 9,88 juta kilo liter. Sehingga saat ini kuotanya hanya tersisa kurang lebih 5,22 juta kilo liter. “Jadi kalau mengikuti tren ini, kuota solar Oktober akan habis,” jelasnya. Sementara itu, harga jual LPG subsidi juga kini masih dibanderol sebesar Rp 4.250 per kg. Padahal harga keekonomiannya sudah mencapai Rp 18.500 per kg. Dengan demikian selisih yang harus ditanggung pemerintah dalam bentuk subsidi mencapai Rp 14.250 per kg. Dengan naiknya harga keekonomian tersebut, maka yang tadinya anggaran subsidi energi sebesar Rp 502 triliun diperkirakan tidak akan cukup hingga akhir tahun. Sri Mulyani bilang, anggaran tersebut diperkirakan hanya mampu mencukupi hingga September atau Oktober saja. Namun hingga saat ini pemerintah masih belum memutuskan opsi mana yang akan dipilih untuk mengatasi permasalahan BBM tersebut. “Kalau ada bilang subsidi dicabut, kita tidak mencabut subsidi, duitnya habis Rp 502 triliun. Kita mau nambah atau tidak? Kalau nambah dari mana anggarannya?” ungkapnya.
Baca Juga: Konsumsi BBM Bersubsidi Saat Ini Masih Kencang Ia menambahkan, anggaran subsidi energi bisa saja ditambah, asal harga minyak berada di kisaran US$ 104 hingga US$ 105 per barel, dengan depresiasi nilai tukar, menjadi Rp 14.750.
“Ini harus ditambah lagi subsidinya karena minyak masih diimpor,” tambahnya. Sebelumnya Direktur Utama Pertamina, Nicke Widyawati mengatakan, harga jual Pertalite hingga kini masih sebesar Rp 7.650 per liter. Padahal, harga keekonomian BBM jenis ini sudah mencapai Rp 17.500 per liter. Sehingga untuk setiap liter yang dikonsumsi masyarakat, pemerintah harus menggelontorkan subsidi sebesar Rp 9.550 per liter. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi