KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah membuka masa penawaran Obligasi Negara Ritel (ORI) seri 015 (ORI015) pada awal bulan Oktober 2018 lalu. Pemerintah memberikan kupon ORI015 sebesar 8,25% untuk tenor tiga tahun. Nilai kupon tersebut jelas jauh lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat bunga deposito di perbankan saat ini. Misalnya saja, Bank Indonesia (BI) dalam analisis uang beredarnya per Agustus 2018 lalu mencatatkan suku bunga simpanan dengan tenor 1 bulan, 3 bulan, dan 6 bulan masing-masing tercatat sebesar 6,2%, 6,12% dan 6,37%.
Sementara deposito dengan tenor 12 bulan dan 24 bulan tercatat sebesar 6,24% dan 6,76% pada Agustus 2018 lalu. Data yang diolah dalam pusatdata.kontan.co.id per 7 Oktober 2018 lalu menunjukkan bunga deposito rupiah bertenor 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan dan 12 bulan masing-masing sebesar 6%, 6,2%, 6% dan 5,9%. Dus, sejumlah bankir yang dihubungi Kontan.co.id menyatakan perolehan dana pihak ketiga (DPK) khususnya deposito bakal tersaingi ORI015. Direktur Konsumer PT Bank Central Asia Tbk (BCA) Santoso Liem misalnya menyebutkan produk deposito dengan jangka waktu panjang pasti akan sangat terdampak. Sebab, kupon ORI015 hampir dua kali lipat dengan suku bunga deposito di BCA saat ini. Namun, Santoso mengaku hal tersebut tak menjadi persoalan di BCA. Lagi pula, BCA lebih memilih mengumpulkan dana murah atau current account and savings account (CASA) sebagai komponen utama pendanaan DPK. "Kami fokus pada jangka pendek, sejauh ini deposito pun masih tumbuh tapi tidak maksimal," ujarnya kepada Kontan.co.id, Senin (8/10). Sebagai gambaran saja, per Agustus 2018 lalu dalam laporan keuangan bulanan, BCA mencatatkan total DPK mencapai Rp 612,78 triliun. Jumlah tersebut tercatat tumbuh 6,62% secara tahunan atau year on year (yoy). Sementara khusus deposito, BCA justru mencatatkan penurunan sebesar 8,12% secara yoy dari Rp 149,2 triliun per Agustus 2017 lalu menjadi Rp 137,07 triliun pada tahun 2018. PT Bank OCBC NISP Tbk juga menyebut, pertumbuhan DPK terutama deposito bakal terhambat ORI015. Namun, Presiden Direktur OCBC NISP Parwati Surjaudaja beranggapan dua produk keuangan tersebut memiliki karakteristik yang berbeda. Paling mencolok adalah jangka waktu ORI015 yang terbilang lebih panjang dibandingkan deposito yang maksimal selama dua tahun. "Tentu akan ada nasabah yang pindah ke obligasi ritel kalau memang jangka waktu dan kebutuhan likuiditasnya sesuai dengan kebutuhan nasabah," tuturnya. Namun, lanjut Parwati, ini bukan sesuatu yang baru dan tidak terlalu menganggu kinerja perbankan. Sebab, pada dasarnya bank memang dituntut untuk dapat memenuhi kebutuhan nasabah termasuk mencari alternatif pendanaan lain. Secara terpisah, Head of Individual Customer Solutions OCBC NISP Ka Jit menyebutkan walau ORI015 menarik, pihaknya juga menghimbau kepada para nasabah untuk melakukan diversifikasi penempatan dana. Artinya, tak seluruh dana nasabah tajir dimasukkan ke ORI015. Per Agustus 2018, total DPK OVBC NISP mencapai Rp 117,18 triliun, meningkat 5,55% dari periode sama tahun lalu sebesar Rp 111,01 triliun. Khusus deposito tumbuh lebih tinggi yakni 13,47% yoy menjadi Rp 73,96 triliun. Direktur Utama PT Bank Mayapada Internasional Tbk Haryono Tjahjarijadi mengatakan, nasabah deposito pastinya lebih memilih ORI saat ini. Selain karena kuponnya lebih tinggi, pajak penghasilan (Pph) ORI cenderung lebih kecil dari deposito.
Biar tak terlalu banyak dana yang lari ke ORI, bank pun bisa jadi menaikkan suku bunga depositonya. Terutama untuk special rate. "Mau tidak mau demikian (menaikkan bunga). Karena bersaing dengan ORI dan bank-bank lainnya sehingga kami harus menyesuaikan diri dengan pasar," tegasnya. Bank milik taipan Dato Sri' Tahir ini masih mencatatkan pertumbuhan DPK sebesar 11% pada akhir kuartal III 2018 lalu. Pertumbuhan ini diprediksi Bank Mayapada bakal stabil hingga kahir tahun 2018 mendatang. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Khomarul Hidayat