KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kenaikan suku bunga acuan yang berlanjut di tahun 2023 turut mengerek tingkat bunga obligasi korporasi. Hal ini terindikasi dari naiknya kupon yang dibayarkan oleh perusahaan penerbit surat utang. PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) mencatat, kenaikan kupon obligasi korporasi tenor 3 tahun yang diterbitkan selama Januari-April 2023 berkisar 60 bps hingga 80 bps. Sementara itu, kenaikan kupon obligasi dengan tenor 1 tahun bisa di atas 100 bps. Chief Economist Pefindo Suhindarto mengatakan, kenaikan yang lebih tinggi pada tenor 1 tahun terjadi akibat tingginya pasokan baru. "Kondisi ini memaksa emiten untuk memberikan bunga relatif tinggi untuk menarik permintaan," kata Suhindarto saat dihubungi Kontan.co.id, Minggu (11/6).
Baca Juga: Didukung Pemulihan Ekonomi Global, Dana Kelolaan Reksadana Naik di Bulan Mei 2023 Perlu diketahui, tenor 1 tahun mendominasi penerbitan obligasi hingga April 2023. Dari total Rp 34,97 triliun surat utang korporasi yang diterbitkan, sekitar 39,77% adalah bertenor 1 tahun. Sementara itu, 35,84% memiliki tenor 3 tahun. Sebagai contoh, rata-rata kupon surat utang korporasi berperingkat AAA dengan tenor 1 tahun naik dari 4,0% menjadi 6,1%. Sementara itu, untuk peringkat BBB dengan tenor yang sama, persentasenya naik dari 6,7% menjadi 7,0%. Kenaikan kupon yang lebih tinggi pada peringkat AAA daripada BBB terjadi karena kenaikan premi setelah terkoreksi cukup dalam selama pemulihan ekonomi. Pada masa pemulihan, investor banyak memburu peringkat AAA untuk mengamankan investasi mereka sehingga mendorong permintaan naik dan premi turun. Kemudian, rata-rata kupon surat utang korporasi berperingkat AAA dengan tenor 3 tahun naik dari 6,2% menjadi 6,8%. Sementara itu, untuk peringkat BBB dengan tenor 3 tahun, persentase kuponnya naik dari 10,5% menjadi 11,3%.
Baca Juga: Ekonom Perkirakan Cadangan Devisa Berpotensi Naik hingga US$ 155 Miliar di akhir 2023 Langkah Bank Indonesia (BI) yang menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 bps pada Januari 2023 lalu menahan suku bunga di 5,75% hingga saat ini mendorong kenaikan suku bunga
benchmark. Lingkungan bunga tinggi juga membebani
leverage keuangan perusahaan sehingga mereka harus menanggung biaya lebih mahal ketika meminjam. Akibatnya, premi risiko juga ikut naik. "Premi risiko juga ikut naik akibat sentimen negatif eksternal, terutama di pasar Amerika Serikat yang mana pada akhirnya berdampak pada
yield obligasi korporasi lalu merembet ke pasar surat utang korporasi," tutur Suhindarto. Untuk sisa tahun 2023, Suhindarto memperkirakan tren kupon obligasi korporasi masih akan tinggi. Penurunan kupon kemungkinan baru akan terjadi di 2024. Pasalnya, meski tingkat inflasi Indonesia terus melambat dan telah mencapai rentang target BI pada Mei 2023, BI tampaknya masih harus mempertahankan suku bunga saat ini. Hal ini dilakukan agar rupiah tidak tertekan terlalu dalam akibat potensi arus modal keluar dan potensi mengecilnya surplus neraca dagang.
Baca Juga: Persoalan Dapen BUMN Terus Bergulir, Ini Instrumen Investasi yang Kerap Bermasalah Lebih lanjut, tekanan terhadap rupiah diperkirakan masih akan tinggi akibat ketidakpastian eksternal. Hal ini akan mendorong
risk averse, meningkatkan kecenderungan investor untuk memburu aset
safe haven, dan mengurangi eksposur aset berisiko di negara berkembang, serta menipisnya
spread antara suku bunga domestik dengan suku bunga internasional Amerika Serikat. Menurut Suhindarto, perkembangan suku bunga masih akan menjadi faktor dominan dalam mempengaruhi tren kupon obligasi ke depannya. "Tingkat suku bunga akan mempengaruhi
yield benchmark. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi,
leverage keuangan, dan peringkat akan mempengaruhi premi yang dibayarkan oleh perusahaan," kata dia Hingga akhir tahun 2023, Suhindarto memperkirakan kupon akan berkisar antara 6,5%-8,0% untuk peringkat AAA tenor 3 tahun. Sementara itu, untuk peringkat BBB dengan tenor yang sama, kupon diperkirakan akan naik ke kisaran 10,5%-11,5%. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati