JAKARTA. Setelah absen tahun ini, pemerintah berencana menerbitkan surat utang berdenominasi yen atau samurai bond di tahun depan. Instrumen ini menjadi diversifikasi surat utang negara (SUN) dalam valuta asing. "Kami akan membahas strategi penerbitan surat utang negara (SUN), termasuk untuk penerbitan samurai bond," kata Kepala subbidang Pengelolaan Portfolio SUN Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang (DJPU) Kementrian Keuangan Agung Galih Satwiko kepada KONTAN, Rabu (30/10). Menurut dia, ada dua opsi yang tengah dikaji pemerintah terkait penerbitan samurai bond. Opsi pertama, akan menggunakan skema jaminan dari Japan Bank for International Cooperation (JBIC) seperti penerbitan samurai bond sebelumnya.
Sedangkan opsi lainnya, samurai bond akan diterbitkan dengan JBIC berperan sebagai salah satu buyer. "Nah, kami belum memutuskan mau menggunakan skema yang mana," tutur Agung. Penentuan tenor juga akan mengacu pada skema penerbitan tersebut. Agung bilang, apabila penerbitan samurai bond menggunakan jaminan JBIC, maka tenor akan ditentukan lebih panjang hingga 10 tahun. Namun, apabila JBIC bertindak sebagai salah satu standby buyer, maka tenor yang ditentukan untuk samurai bond bisa lebih pendek. "Apabila JBIC menjadi salah satu pembeli maka penetapan kupon bisa menjadi lebih rendah karena tenor yang ditetapkan juga lebih pendek," ujar Agung. Analis Millenium Danatama Asset Management Desmon Silitonga memperkirakan, kupon samurai bond bertenor 10 tahun bisa sekitar 1,3% hingga 1,5%. "Kalau kondisi Jepang tahun depan tidak jauh berbeda dengan tahun ini, maka penetapan kupon akan mendekati 1,3% hingga 1,5%," tutur Desmon. Tahun 2012 lalu, pemerintah menerbitkan samurai bond senilai ¥ 60 miliar. Instrumen ini diterbitkan dengan kupon 1,13% dan menggunakan garansi dari JBIC. Namun, kata Desmon, melemahnya nilai tukar yen terhadap dollar Amerika Serikat (AS) menjadi tantangan pemerintah dalam menerbitkan dalam samurai bond. Akibatnya, terdapat risiko nilai tukar dalam penerbitan samurai bond. "Diperkirakan tahun depan, yen akan tetap melemah seperti tahun ini sehingga akan terdapat risiko kurs untuk penerbitan samurai bond dan kita yang akan dirugikan," tutur Desmon. Selain itu, ketersediaan yen di Indonesia juga tipis dibandingkan mata uang dollar Amerika Serikat (AS). Kondisi itu mengakibatkan biaya dana akan bermasalah.
Penerbitan samurai bond menjadi salah satu alternatif pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2014 mendatang. Tahun depan, pemerintah menargetkan akan menerbitkan SUN neto sebesar Rp 250 triliun, dan SUN bruto sebesar 345 triliun. Untuk surat berharga dalam valas, rencananya akan diterbitkan sebanyak 20% dari total SUN yang akan diterbitkan atau Rp 69 triliun. Ariawan, analis obligasi Sucorinvest Central Gani menambahkan, prospek penerbitan samurai bond masih bagus. "Karena ini bukan penerbitan samurai bond yang pertama, jadi investor juga sudah cukup banyak mengerti," tutur Ariawan. Prediksi tersebut dengan memperhatikan penerbitan samurai bond tahun 2010 dan 2012 yang terbilang sukses dengan nilai masing-masing ¥ 60 miliar. Selain samurai bond, pemerintah juga mengkaji penerbitan instumen valas lainnya seperti eurobond. Menurut Desmon, risiko penerbitan eurobond bakal sulit dimitigasi. "Kalau samurai bond sudah ada market-nya karena sebelumnya sudah pernah diterbitkan oleh pemerintah. Jadi, investor sudah mengenal instrumen samurai bond. Sedangkan eurobond merupakan instrumen baru," tutur Desmon. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati